KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ekspor batubara Indonesia mencapai antara 500 juta hingga 600 juta ton hingga tahun 2023. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, produksi batubara nasional juga meningkat signifikan, dari 416 juta ton pada 2015 menjadi 755 juta ton pada 2023. "Selama Presiden Joko Widodo memimpin, dari 2015 hingga 2023, produksi sudah mencapai 775 juta ton batubara, dan sekitar 500 hingga 600 juta ton kita ekspor, selebihnya untuk kebutuhan dalam negeri," ujar Bahlil dalam acara IIGCCE di Jakarta, Rabu (18/9).
Data Kementerian ESDM mencatat, produksi batubara tahun 2023 sebesar 775 juta ton melampaui target yang dipatok sebesar 695 juta ton. Sebanyak 213 juta ton di antaranya dialokasikan untuk
domestic market obligation (DMO), sementara 518 juta ton diekspor.
Baca Juga: Garap Hilirisasi Batubara, Anak Usaha Bumi Resources (BUMI) Bakal Gandeng Mitra Per 18 September 2024, menurut data terbaru Mineral One Data Indonesia, produksi batubara telah mencapai 563 juta ton. Dari jumlah tersebut, 284 juta ton telah diekspor, sementara 250 juta ton digunakan untuk pasar domestik. Kementerian ESDM optimistis ekspor batubara akan meningkat hingga akhir tahun 2024, terutama karena musim dingin di China dan India, dua negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan volume ekspor batubara pada Juni 2024 sebesar 32,66 juta ton, turun 3,06% dari capaian Mei 2024 yang sebesar 33,69 juta ton. Nilai ekspor pada Juni 2024 juga turun 0,36% menjadi US$ 2,49 miliar dari US$ 2,5 miliar pada Mei 2024. Sekretaris Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita Susilawati, menjelaskan penurunan ekspor pada Mei hingga Juni 2024 disebabkan oleh turunnya permintaan dari China, penurunan harga batubara, serta tingginya curah hujan di Kalimantan yang menghambat produksi.
Baca Juga: Hilirisasi Batubara Masih Berlanjut, 6 Perusahaan Masih Melakukan Studi Kelayakan "India adalah konsumen batubara terbesar setelah China. Jadi, penurunan ekspor batubara Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi dan kebijakan impor dari kedua negara tersebut," kata Rita. Rita menambahkan, penurunan permintaan di China disebabkan musim panas yang mengurangi penggunaan batubara untuk pemanas. Selain itu, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di China beroperasi optimal selama musim panas, menekan kebutuhan batubara. Sementara di India, musim hujan dan stok batubara yang aman turut menurunkan permintaan, ditambah dengan upaya India mencapai swasembada batubara.
Baca Juga: Transaksi Penjualan AAI Material, tapi Efek ke Kinerja Keuangan ADRO Diklaim Minimal Menurut Rita, harga batubara dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan dinamika permintaan-pasokan global. Namun, ia memperkirakan harga batubara bisa kembali naik saat China dan India memasuki musim dingin. "Pemerintah terus berperan aktif dalam meningkatkan ekspor batubara, termasuk melalui pengendalian produksi dan pengawasan pemenuhan kebutuhan dalam negeri," tutup Rita. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli