Baht Thailand Terlalu Perkasa Hingga Berdampak Negatif



KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Pada Senin (16/9/2024), Menteri Perdagangan Thailand Pichai Naripthaphan mengeluhkan posisi baht Thailand yang terlalu kuat sehingga berdampak pada ekspor. 

Dampaknya, tingkat ekspor diperkirakan hanya akan mencatat pertumbuhan kecil tahun ini. Oleh karenanya,  Naripthaphan menilai, bank sentral harus mengambil tindakan terhadap mata uang tersebut.

Selain itu, Bank of Thailand (BOT) juga harus memangkas suku bunga untuk meningkatkan likuiditas, lanjutnya. Rekomendasi ini melanjutkan perselisihan selama berbulan-bulan antara pemerintah dan bank sentral mengenai penetapan suku bunga.


Melansir Reuters, pada Senin (16/9/2024), baht diperdagangkan pada level terkuatnya dalam lebih dari 18 bulan terhadap dolar AS.

Kementerian bulan lalu mempertahankan target pertumbuhan ekspornya untuk tahun penuh pada 1% hingga 2%. Untuk periode Januari-Juli, ekspor naik 3,8% dari periode yang sama pada tahun 2023.

Pada bulan Agustus, bank sentral mempertahankan suku bunga acuan pada level 2,5% untuk pertemuan kelima berturut-turut, dengan mengatakan pengaturan kebijakan berada pada level netral karena menolak seruan pemerintah untuk penurunan suku bunga.

Tinjauan suku bunga berikutnya akan dilakukan pada 16 Oktober.

Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra mengatakan awal tahun ini, sebelum ia menjadi perdana menteri, bahwa independensi bank sentral merupakan hambatan untuk memecahkan masalah ekonomi.

Baca Juga: Pemerintahan Baru Thailand Minta Bank of Thailand Pangkas Bunga

Pemerintah, yang dipimpin oleh partai populis Pheu Thai, telah berulang kali menyerukan penurunan suku bunga agar selaras dengan stimulus fiskal yang direncanakan karena ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut.

Pemerintah akan meluncurkan fase pertama dari program "dompet digital" khasnya akhir bulan ini ketika mendistribusikan 145 miliar baht ($4,4 miliar) kepada kelompok rentan. 

Seluruh stimulus senilai 450 miliar baht tersebut bertujuan untuk memberikan masing-masing 10.000 baht kepada 50 juta warga Thailand untuk dibelanjakan di komunitas lokal mereka.

Skema tersebut telah dikritik oleh para ekonom, termasuk dua mantan gubernur bank sentral, sebagai kebijakan yang tidak bertanggung jawab secara fiskal. 

Pemerintah membantahnya, tetapi telah berjuang untuk menemukan sumber pendanaan.

Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,10% ke Rp 15.405 Per Dolar AS Pada Jumat (13/9)

Pemerintah menegaskan kebijakan tersebut diperlukan untuk memberi energi pada ekonomi, yang diprediksi oleh bank sentral hanya tumbuh 2,6% tahun ini. 

Angka tersebut lebih tinggi dari 2023 yang hanya sebesar 1,9% dan jauh tertinggal dari sebagian besar negara tetangga.

Selanjutnya: Anda Ingin Panjang Umur? Santap 10 Makanan Sehat Ini Secara Rutin

Menarik Dibaca: Intip Daftar Gift Code Ojol The Game 17 September 2024 Paling Baru Bulan Ini

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie