Baja mahal, harga alat berat melesat



JAKARTA. Kenaikan harga baja dunia sejak awal tahun ini membuat produsen alat berat harus menaikkan harga jual. Kenaikan harga jual ini berlaku bagi kontrak pembelian tahun ini."Sejak awal tahun, harga baja dunia sudah naik 10%-15%," ujar A. Solichin, Wakil Ketua Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (Hinabi) Jumat (1/4). Kenaikan harga jual dari prinsipal di luar negeri, papar Solichin, mendorong distributor alat berat di Tanah Air ikut menaikkan harga.Menurut data Bloomberg, baja canai panas atau hot rolled coil di New York Mercantile Exchange per Kamis silam (31/3) diperdagangkan seharga US$ 840 per ton. Harga ini sudah melambung 24,4% dibanding harga awal tahun (3/1) sebesar US$ 675 per ton.Akibatnya, para prinsipal alat-alat berat menaikkan harga jual 3%-5% sejak pertengahan bulan Maret. Solihin mengatakan, kenaikan harga ini karena kontribusi komponen baja sangat besar dalam pembentukan harga alat berat. Ambil contoh, komponen baja menyumbang 60% dari biaya produksi mesin dan sistem hidrolik. Impor bahan baku 80%Alat berat yang dipasarkan para distributor dalam negeri, sebagian dirakit di dalam negeri, sebagian diimpor dalam bentuk utuh atau completely built up (CBU). Untuk industri alat berat yang dirakit di dalam negeri, produsen mengimpor dalam bentuk completely knocked down (CKD). Bagi perakit alat berat CKD, kenaikan harga juga dipengaruhi impor komponen yang mencapai 80%. "Sebagian besar baja berkualitas khusus umumnya diimpor dari Jepang dan Korea. Sementara baja untuk komponen tidak krusial dipasok dari PT Krakatau Steel Tbk," urai Solichin.Toh Solichin memprediksi, kenaikan harga tersebut tidak akan membuat penjualan merosot. Soalnya, menurut Solichin, industri pengguna alat berat justru bergairah tahun ini. Ia menerangkan, sebanyak 50% pasar alat berat diserap oleh industri tambang. Sementara 50% lainnya dilahap oleh industri perkebunan dan manufaktur. "Industri ini tetap membutuhkan alat berat, sehingga permintaan dan penjualan tetap tinggi," kata Solichin.Ia justru khawatir tsunami Jepang yang merusakkan sebagian pabrik bahan baku menjadi pemicu penurunan penjualan alat berat sebesar 10%-15% tahun ini. Persentase ini setara dengan 600-1.000 unit alat berat.Saat ini, kapasitas produksi alat berat CKD mencapai 6.000 unit per tahun. Sementara impor alat berat CBU mencapai 2.500 unit per tahun.Ari Setyawan, Hubungan Investor PT United Tractors Tbk (UNTR), mengakui, kenaikan harga baja telah mengakibatkan perusahaannya menaikkan harga jual sejak dua bulan lalu. Namun Ari enggan menyebutkan tingkat kenaikan harga tersebut. "Yang jelas, kenaikan harga jual tak bakal menurunkan penjualan alat berat kami," kata Ari.UNTR menargetkan penjualan alat berat tahun ini 6.000 unit atau naik 11,1% dari 5.400 unit tahun lalu. Target ini belum memperhitungkan dampak tsunami yang merusakkan empat dari total tujuh pabrik Komatsu di Jepang.Seperti telah ditulis KONTAN, tsunami juga akan membuka peluang bagi industri alat berat di Indonesia karena mendorong investor Jepang merelokasi pabrik mereka. Relokasi pabrik yang membutuhkan investasi US$ 100 juta ini diperkirakan akan mendongkrak kapasitas produksi alat berat CKD sehingga kebutuhan tetap terpenuhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: