KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas strategis perkebunan yang selama ini berkontribusi terhadap perekonomian nasional akan diproteksi menggunakan payung hukum berupa undang-undang (UU). Harapannya, komoditas-komoditas yang dilindungi tersebut akan lebih berkembang dan terus berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional. “Hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi-komoditi strategis perkebunan kita,” ujar Anggota Komisi IV Firman Subagyo, Jumat (3/9/2021).
Menurut Firman, ada beberapa komoditas perkebunan yang telah terbukti berkontribusi pada perekonomian nasional. Tembakau misalnya, berkontribusi pada penerimaan negara dari cukai sekitar Rp 172 triliun. "Itu belum termasuk dari pajak dan penyerapan tenaga kerja yang bekerja di sektor tembakau baik di on farm (hulu) maupun di industri hingga pemasarannya,” ujar politikus Partai Golkar ini.
Baca Juga: Pengamat nilai tak mudah menghilangkan energi fosil dalam upaya transisi energi Sementara itu, untuk kelapa sawit lebih besar lagi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan pada 2020 sawit menghasilkan devisa sebesar USD22,97 miliar atau setara dengan Rp 321,5 triliun. Kontribusi itu belum termasuk pajak dan tenaga kerja yang bekerja di sektor kelapa sawit. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan industri kelapa sawit ini mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Menurut Firman Subagyo, komoditas yang akan diproteksi dalam UU ini nantinya bukan hanya tembakau dan kelapa sawit saja, namun juga ada kopi, karet, teh maupun tebu. “Mungkin nanti akan ada lima atau enam komoditas,” katanya. Menurut Firman, indikator komoditas perkebunan yang akan diatur dan diproteksi oleh UU ini antara lain, komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Selain itu, komoditas tersebut harus menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak.
Baca Juga: Sambut Hari Kemerdekaan RI, sektor perkebunan lakukan ekspor 564,6 juta ton Indikator lainnya yakni komoditas tersebut berdampak pada kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. “Kenapa indikator ini kita masukkan? Karena bercocok tanam itu tidak semata-mata bermotif ekonomi belaka, namun di situ merupakan
culture masyarakat kita ini yang agraris ini,” papar Firman Subagyo.
Sejatinya, kata Firman, memproteksi komoditas strategis dengan UU itu sudah dilakukan banyak negara. Amerika Serikat (AS) misalnya, sudah mempunyai UU yang melindungi komoditas kedelai, jagung, kapas dan gandum. “Karena komoditas-komoditas itu dianggap sebagai strategis dan menghasilkan devisa bagi AS,” papar Firman. Sementara itu negara Turki memiliki UU yang melindungi tembakau, Malaysia mempunyai UU perkelapasawitan, dan Jepang mempunyai UU perberasan. Namun ironis bagi Indonesia, komoditi-komoditi strategisnya tidak ada perlindungan hukumnya. "Jika ini dibiarkan akan sangat berbahaya bagi kelangsungan komoditas-komoditas itu. Sangat rentan diganggu pihak asing. Lihat saja selama ini tembakau dan sawit terus-terusan jadi sasaran tembak LSM asing," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli