Bakal merger dengan Bank BJB, bagaimana nasib rights issue Bank Banten?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Deputi Komisioner Humas Dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo menyatakan pihaknya tak akan serta merta membatalkan aksi penambahan modal PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) seiring rencana penggabungan usaha dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR).

“Semua akan ada pertimbangannya melihat dinamika yang ada,” katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (24/4).

Anto juga mengimbau agar para nasabah kedua bank tidak panik, dan melakukan penarikan dana berlebihan. Menurutnya, Bank BJB akan segera melakukan uji kelaikan atas rencana merger ini.


Baca Juga: OJK: Merger Bank Banten dan BJB murni aksi korporasi

Dalam keterangan resminya pada 14 April 2020, Direktur Utama Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa mengatakan saat ini aksi tersebut telah memasuki tahap registrasi pertama OJK.

“Kami telah menerima hasil telaahan dari OJK dan sedang melengkapi tambahan informasi atas Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan tersebut. Walaupun Pandemi COVID-19 berpotensi untuk memundurkan jadwal aksi korporasi yang telah ditentukan, namun yang paling penting adalah proses penguatan permodalan Bank Banten tetap berjalan di tahun 2020.” kata Fahmi.

Bank Banten memang berencana melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue untuk menerbitkan 400 miliar saham baru.

Jumlah tersebut setara 40% modal dasar senilai Rp 8 per lembar saham. Adapun Fahmi bilang, via aksi ini, perseroan bisa meningkatkan modal hingga Rp 3,2 triliun.

Per Desember 2019 modal inti Bank Banten cuma senilai Rp 154,13 miliar, merosot hingga 53,86% (yoy) dibandingkan 2018 senilai Rp 334,07 miliar. Capital adequacy ratio (CAR) perseroan juga sudah berada di titik nadir sebesar 9,01%.

Baca Juga: Sebelum merger dengan BJB, Bank Banten direncanakan merger dengan BJB Syariah

Sebagai gambaran, merujuk POJK 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, bank dengan CAR paling rendah 8% bisa diklasifikasikan sebagai bank dalam pengawasan intensif (BDPI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi