Bakrie akuisisi Rekajasa US$ 50 juta



JAKARTA. Teka-teki identitas perusahaan 4G yang diakuisisi grup Bakrie akhirnya jelas. Konglomerasi milik Aburizal Bakrie ini telah menuntaskan akuisisi 100% saham PT Rekajasa Akses (Reja).

Grup Bakrie mengakuisisi perusahaan 4G tersebut melalui Capital Managers Asia Pte Ltd (CMA), salah satu perusahaan investasi milik grup Bakrie. Sebelumnya sempat beredar kabar PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang akan melakukan akuisisi tersebut.

Untuk menuntaskan proses akuisisi ini, CMA menggelontorkan dana US$ 50 juta. Namun tidak seluruh dana tersebut digunakan untuk akuisisi Reja. "Sekitar 25% untuk akuisisi dan 75% untuk pengembangan usaha," jelas Anindya Bakrie, Chief Operating Officer CMA di Jakarta, Kamis (18/8).


Reja sendiri memiliki kinerja yang cukup baik. "Ini memang perusahaan kecil, tapi sudah untung," ujar dia. Saat ini Reja memiliki sekitar 630 pelanggan.

Selain melayani pelanggan korporat secara ritel, Reja juga melayani pelanggan secara wholesale. Jadi, perusahaan ini juga melayani operator seluler. "Salah satu pelanggannya adalah operator seluler besar," tutur Anin tanpa menyebut identitas operator tersebut.

Anin bilang akuisisi ini akan memberi benefit bagi bisnis telematika yang dilakoni grup Bakrie. Di sektor telematika, Grup Bakrie antara lain memiliki PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Visi Media Asia dan PT Bakrie Connectivity.

Manajemen BTEL mengakui akuisisi Reja akan membantu rencana pengembangan bisnisnya, terutama terkait pengembangan bisnis data. Maklum, saat ini lebar bandwith milik BTEL hanya 5 megahertz (MHz), sementara Reja memiliki bandwith 12,5 MHz.

BTEL memang berniat memperbesar bisnis datanya. Deputi Presiden Direktur dan Chief Financial Officer BTEL Jastiro Abi menuturkan, saat ini kontribusi bisnis data pada pendapatan BTEL baru sekitar 5%. "Kontribusi dari bisnis voice masih paling besar, sekitar 65%, sisanya non voice," jelasnya.

Operator yang mengusung merek Esia ini menyiapkan belanja modal (capex) sekitar US$ 200 juta di 2011 ini. Dari total capex tersebut, sekitar 50% di antaranya digunakan untuk mengembangkan bisnis data. "Sepanjang semester satu capex yang sudah terpakai sekitar US$ 100 juta," beber Abi.

Masih merugi

Abi mengakui, pengembangan data membuat kinerja BTEL tertekan. Padahal, di semester satu, BTEL berhasil membukukan kenaikan pendapatan meski tipis, dari Rp 1,37 6 triliun di semester pertama 2010 menjadi Rp 1,378 triliun di semester I-2011. Tapi, investasi bisnis data membuat BTEL membukukan rugi bersih Rp 179,7 miliar.

Abi memperkirakan sampai akhir tahun BTEL masih membukukan rugi bersih. "Kontribusi dari bisnis data mungkin baru masuk di 2013," jelasnya. BTEL baru mengumumkan kinerja semester satu pada hari ini (19/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie