Bakrie & Brothers kembali pangkas nilai utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program bersih-bersih utang PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) terus berlanjut. Perusahaan induk dari Grup Bakrie ini akan kembali merestrukturisasi sejumlah utang perusahaan lagi tahun ini.

Sejatinya, BNBR bercita-cita merestrukturisasi utang senilai sekitar Rp 9 triliun hingga 2018 berakhir. Namun, untuk saat ini, belum semua utang telah memperoleh persetujuan kreditur untuk dikonversi.

Oleh karena itu, di awal tahun ini, BNBR berencana melakukan konversi atas sebagian kecil utang terlebih dulu. "Minimal bisa Rp 2,5 triliun," ujar Amri Aswono Putro, Direktur Keuangan BNBR, kepada KONTAN, belum lama ini.


Sayang, Amri belum bersedia membeberkan utang dari kreditur mana yang bakal masuk agenda restrukturisasi utang. "Masih ada perjanjian kerahasiaan dengan pihak kreditur," imbuh Amri.

Mengutip laporan resmi perusahaan ini, hingga kuartal III-2017 lalu, total utang jangka panjang dan jangka pendek BNBR mencapai US$ 608 juta atau sekitar Rp 8,21 triliun. Jumlah utang ini turun 9% dibanding periode 2016, yang mencapai US$ 672 juta.

Selain utang dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS), BNBR juga masih memiliki utang dalam bentuk kurs rupiah. Saldo utangnya pada kuartal III-2017 tercatat Rp 230 miliar, turun 7% dibanding posisi di 2016, yakni sebesar Rp 248 miliar. Adapun total utang BNBR yang jatuh tempo dalam waktu setahun mencapai Rp 3,38 triliun.

Utang tersebut berasal dari sejumlah kreditur. Saldo utang BNBR yang cukup besar berasal dari Mitsubishi Corporation, Jepang, senilai Rp 1,94 triliun. Lalu ada Eurofa Capital Investment Inc, Singapura, dengan piutang Rp 1,39 triliun.

Selain itu, ada utang jangka pendek mata uang asing dengan Credit Suisse AG Singapura Rp 175,69 miliar, Fountain City Investment Ltd, Marshall Islands Rp 30,36 miliar, Winn Metals Corporations senilai Rp 22,43 miliar, Daley Capital Rp 10,79 miliar dan utang lain-lain Rp 13,03 miliar.

Ke depan, proses negosiasi akan terus dilanjutkan. Sehingga, proses restrukturisasi utang bisa segera dieksekusi.Amri bilang, skema restrukturisasi masih menggunakan skema seperti tahun lalu, yakni rights issue yang kemudian dilanjutkan dengan konversi utang ke saham baru.

"Proses restrukturisasi utang secara bertahap tidak berhenti sejak 2016," jelas Amri. Untuk tahun ini, sebagian restrukturisasi diharapkan selesai di semester II.

Reza Priyambada, analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, sentimen restrukturisasi utang sejatinya sudah cukup untuk menggerakan harga saham. Namun, sentimen ini belum cukup untuk membuat saham BNBR keluar dari zona saham gocap. "Sentimen BNBR juga soal kinerja. Kerugian yang terus menerus membuat BNBR mengalami defisiensi modal," jelas Reza.

Kuartal III-2017, defisiensi modal BNBR tercatat Rp 5,6 triliun. Angka ini turun 7% dibanding posisi Desember 2016, Rp 6,05 triliun.

Defisiensi modal itu yang membuat debt to equity ratio (DER) BNBR berada dalam kondisi minus 1,6 kali. Dengan asumsi nilai restrukturisasi Rp 2,5 triliun, DER BNBR membaik jadi 1,2 kali, namun masih dalam kondisi minus.

Perlu ada sentimen tambahan untuk saham BNBR. Hal ini sudah terbukti di saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yang sahamnya berhasil keluar dari zona saham gocap, bukan hanya akibat restrukturisasi utang.

Harga saham BUMI naik juga berkat sentimen perbaikan kinerja dan naiknya harga komoditas. "Saham BNBR minimal butuh sentimen perbaikan laba," tandas Reza.

Di kuartal III-2017, BNBR membukukan pendapatan sebesar Rp 1,72 triliun. Angka ini naik 23% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 1,39 triliun.

Kenaikan itu tak mampu mengompensasi kenaikan beban keuangan. Sehingga, BNBR masih merugi hingga Rp 842,99 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini