Bakrie Sumatera butuh setahun ke Afrika



JAKARTA. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk masih membutuhkan waktu setahun untuk merealisasikan rencana pembukaan lahan perkebunan sawit dan karet di Nigeria. Selain masih menunggu persetujuan pemegang saham, perusahaan ini juga masih terus mempelajari potensi bisnis sawit di negara Afrika itu.

Bambang Aria Wisena, Direktur Utama Bakrie Sumatera mengatakan, rencana ekspansi perkebunan di Nigeria masih dalam pembahasan. "Masih kita pelajari potensinya di sana," katanya, Rabu (18/7). Dia menyebut, Nigeria dipilih karena alasan pemasaran dan transportasi.

Bambang menghitung, ongkos kirim minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dari Nigeria lebih murah 50% dibandingkan dari Indonesia. Dengan begitu, jika ongkos angkut CPO dari Pelabuhan Belawan ke Eropa mencapai US$ 70 per ton, dengan membuka lahan di Nigeria, biaya angkut hanya US$ 35 per ton.


Selain itu, potensi lahan di Nigeria untuk perkebunan sawit juga masih besar. Green field atau lahan yang belum digarap mencapai 20.000 hektare (ha) sampai 30.000 ha, dimana sekitar 8.000 ha saja yang ditanami. Beberapa wilayah yang berpotensi untuk ditanami sawit dan karet adalah Cross River dan Ogun. Selain memiliki lahan luas, sistem pelabuhan, infrastruktur transportasi dan perijinan juga mendukung.

Namun di sisi lain, produktivitas sawit di Nigeria relatif rendah. Budaya masyarakat setempat yang memanen buah sawit dengan cara memanjat menjadi persoalan. Selain itu jumlah minyak yang dihasilkan dari buah sawit Nigeria hanya satu ton per ha per tahun, kalah jauh dibandingkan Indonesia yang mencapai 24 ton per ha per tahun.

Seperti diketahui, Bakrie Sumatera berencana membuka lahan perkebunan sawit dan karet di Nigeria dengan investasi US$ 500 juta. Untuk itu perusahaan ini telah mendirikan Bakrie Delano Africa Ltd yang merupakan usaha patungan Grup Bakrie dan Grup Delano dengan proporsi saham 50%:50%.

Selain merealisasikan ekspansi lahan di Nigeria, tahun ini Bakrie Sumatera juga sedang menyelesaikan pembangunan pabrik minyak goreng di Kuala Tanjung, Sumatera Utara berkapasitas 1.500 ton per tahun. "Tahun depan kita harapkan dapat mulai beroperasi," kata Bambang.

Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bilang, saat ini banyak faktor yang menghambat kinerja perkebunan kelapa sawit lokal. "Dari dalam dan luar negeri," katanya. Di dalam negeri, ekspansi lahan sawit terhambat permasalah tata ruang dan moratorium, kebijakan fiskal perpajakan, serta infrastruktur pendukung seperti akses jalan. Dia memperkirakan dalam dua tahun mendatang, ekspansi lahan perkebunan sawit Indonesia hanya 200.000 ha-250.000 ha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie