KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) masih berkutat menyelesaikan utang-utangnya. Berjalan sejak tahun 2014, proses restrukturisasi utang ini belum juga rampung. Proses restrukturisasi inilah yang membuat auditor akhirnya memberi opini Tidak Menyampaikan Pendapat atas laporan keuangan BTEL tahun lalu.
Saat ini, perusahaan telekomunikasi ini tengah fokus mendistribusikan obligasi wajib konversi (OWK) kepada para krediturnya di bawah Bakrie Telecom Pte Ltd, selaku penerbit obligasi yang berbasis di Singapura. Melalui proses ini, BTEL antara lain menawarkan
exchange offer, yakni pertukaran wesel senior yang saat ini dimiliki kreditur dengan wesel baru. Wesel baru tersebut terdiri atas OWK dan porsi tunai.
Menurut hasil sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), porsi OWK yang dapat dikonversi dalam bentuk saham BTEL mencapai 70% dari total utang. Sisanya, merupakan porsi tunai yang dibayar secara cicilan. Penawaran ini hanya berlaku bagi kreditur yang meminjamkan uang kepada BTEL di atas Rp 3 miliar.
Tapi, sejak ditetapkannya Perjanjian Perdamaian PKPU pada 9 Desember 2014 hingga sekarang, anak usaha Grup Bakrie ini belum melakukan pembayaran untuk porsi tunai.
Total utang BTEL yang akan direstrukturisasi mencapai Rp 11,8 triliun. Utang tersebut berasal dari 580 kreditur, baik dari dalam maupun luar negeri. Total utang dalam bentuk OWK mencapai Rp 7,6 triliun.
Konversi oleh Blackberry Aditya Irawan,
Chief Financial Officer BTEL, mengatakan, nilai utang tersebut bisa bertambah gemuk lantaran kurs rupiah masih bergejolak. "Porsi utang dengan denominasi dollar AS dalam bentuk wesel senior sebesar US$ 380 juta atau setara Rp 5 triliun," kata dia, kemarin.
Dari 50 kreditur yang menerima OWK, baru satu kreditur yang melakukan konversi ke dalam saham BTEL, yakni Huawei Tech Investment. Huawei mengonversi obligasi senilai Rp 1,23 triliun menjadi 6,189 miliar saham, setara dengan 16,8%.
Dengan begitu, sisa utang BTEL yang belum terkonversi menjadi saham senilai Rp 6,4 triliun. Jika semua kreditur sudah memegang OWK, mereka dapat melakukan konversi ke dalam saham BTEL.
Namun, sampai saat ini belum semua pemegang OWK berkomitmen melakukan konversi obligasi ke saham. Aditya mengklaim salah satu krediturnya, yaitu Blackberry, akan mengonversi utang menjadi saham BTEL dalam waktu dekat. Manajemen perusahaan telekomunikasi ini berharap hasil restrukturisasi bisa kelar maksimal pada kuartal I-2019.
Selain itu, dalam paparan publik yang berlangsung kemarin (6/7), investor menyatakan ketidaksetujuannya jika BTEL melakukan
reverse stock seperti perusahaan Grup Bakrie lainnya. Sebab, mereka khawatir kreditur memberikan syarat yang sama untuk konversi saham, yaitu meminta kenaikan harga saham.
Manajemen BTEL mengklaim harga saham yang akan dilego sudah ditetapkan di Rp 200 per saham. Meski begitu, tak dirinci bagaimana harga BTEL yang saat ini bertengger di posisi Rp 50 dapat merangsek naik.
Yang terang, mengacu hasil rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) dua tahun lalu, investor telah menyetujui penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (Non-HMETD) dalam rangka penerbitan OWK. Jika benar demikian, maka saat eksekusi konversi dari OWK ke saham berlangsung, kreditur BTEL akan menjadi yang paling banyak dirugikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati