Bandara Soekarno-Hatta kewalahan layani penumpang



Jakarta. Para sopir taksi di Jakarta kini akan melemparkan dua pilihan kepada setiap penumpangnya yang ingin menuju bandar udara: “Soekarno-Hatta (Soetta) atau Halim?” Maklum, sejak Jumat (10/1) dua pekan lalu, Bandara Halim Perdanakusuma kembali membuka landasannya untuk menerbangkan pesawat komersial.Bandara Halim terakhir kali melayani penerbangan komersial pada 29 tahun silam. Sebab, per tahun 1985, peran Halim dan Bandara Kemayoran diambil alih Bandara Soetta. Dus, Jakarta kini diapit dua bandara, yaitu Halim di sebelah timur dan Soetta di barat Jakarta.Sayangnya, momen bersejarah itu sedikit ternoda. Citilink yang mendapat kehormatan sebagai salah satu maskapai yang kembali terbang perdana dari Bandara Halim mengalami kendala klasik angkutan udara di Tanah Air: terlambat terbang alias delayed. Alhasil, pesawat Citilink yang seharusnya terbang ke Malang pukul 07.30 WIB baru meninggalkan Halim lebih satu jam kemudian.Itu baru melibatkan satu maskapai, lo. Padahal, ada tujuh maskapai yang mengincar penerbangan via Halim. Empat maskapai sudah mengantongi izin dari Kementerian Perhubungan yakni Citilink, Garuda Indonesia, Indonesia Air Asia, dan Lion Air. Per bulan Maret nanti, tiga maskapai siap menyusul ke Halim.Tri Sunoko, Direktur Utama PT Angkasa Pura II (AP II), menjelaskan, Halim adalah enclave airport (bandara sipil di kawasan militer) sehingga prioritasnya untuk latihan penerbangan militer dan penerbangan very very important person (VVIP). Alhasil, kemungkinan keterlambatan penerbangan komersial di bandara itu pasti ada. “Bukan berarti menomorduakan, tapi karena ini mengisi slot time (waktu penerbangan) yang tersisa saja,” imbuhnya.Meski menghadapi kendala saat penerbangan perdana, Arif Wibowo, Chief Executive Offi - cer (CEO) Citilink Indonesia, optimistis dengan penerbangan di Halim. Ia menilai, ini adalah peluang tatkala Soetta sudah sangat padat.Pengoperasian Halim sebenarnya bisa tak berdiri sendiri. Beberapa penerbangan di Halim tetap memanfaatkan rute di Soetta. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (Asperindo) M. Kadrial menakar biaya operasional akan membengkak. Barang dikirim dari Semarang, misalnya, transit di Halim dan harus diterbangkan kembali ke Medan melalui Soetta.Dengan skema tersebut, perusahaan logistik harus membayar dobel biaya handling, biaya gudang dan biaya pemeriksaan regulated agent (RA) di Halim dan juga di Soetta. Lalu, ada tambahan biaya transportasi dari Halim ke Soetta. Walhasil biaya pengiriman barang bisa bertambah hingga Rp 3.000 per kilogram sehingga total bisa membengkak 15%–20%.Waskito, pengguna moda transportasi udara juga khawatir. “Kalau dari Halim ke Soetta macet, mungkin perlu ada Superpuma untuk angkutannya,” seloroh pria yang berprofesi analis informasi teknologi (IT).Banyak masalahDitjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Bambang Tjahyono justru memberi sinyal bahwa Halim tak akan digarap serius untuk penerbangan komersial. Sebab, Halim cuma solusi jangka pendek mengatasi kelebihan kapasitas di Soetta. “Kalau pengembangan Soetta sudah beroperasi, Halim kembali tidak digunakan,” tandasnya.Dengan kapasitas 22 juta penumpang, Soetta mengangkut 55,32 juta orang sepanjang 2013. Berarti, ada kelebihan kapasitas 151,45%. Kondisi tersebut sudah terjadi sejak tahun 2011.Karena itulah, bandara yang berada di Cengkareng ini harus berbenah. Mulai dari perluasan lahan parkir pesawat (apron), pengembangan Terminal 3 hingga penambahan landasan pacu. Sayangnya, pengembangan Soetta yang sudah digadang sejak 2012 ini belum beres sampai sekarang.Selain pengembangan fisik, AP II berencana mengatur ulang tata penerbangan Soetta bersama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesi, maskapai, dan Ditjen Perhubungan Udara.Di luar pengembangan internal dan pemanfaatan Halim, pemerintah menaruh harapan pada pembangunan bandara di Karawang, Jawa Barat. Belakangan, impian bergeser pada rencana pembangunan bandara di Majalengka, Jawa Barat. Pembangunan ini diharap bisa memecah penumpang Soetta.Pengamat penerbangan Chappy Hakim menyayangkan antisipasi Soetta yang terlambat. Tak cuma itu, alat air traffi c control (ATC) di bandara itu kelewat usang sehingga menjadi biang keladi keterlambatan jadwal penerbangan. Padahal, sejak 2007, International Civil Aviation Organization sudah mengingatkan soal itu.Seharusnya solusi masalah ini sudah dijalankan sejak jauhjauh hari, bukan sekadar wacana, sehingga penumpang tak selalu dirugikan.***Sumber : KONTAN MINGGUAN 17 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Imanuel Alexander