KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mematok
yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun sebesar 7,1% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Target tersebut lebih tinggi dari poisisi Rabu (21/8) di 6,7% dan target APBN 2024 yang juga 6,7%. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan suku bunga SBN yang tinggi telah menciptakan beban yang tinggi.
Ini tercermin dari jumlah kumulatif bunga utang sejak 2015 hingga 2023 senilai Rp 2.569,4 triliun.
Baca Juga: Banggar DPR Soroti Target Pertumbuhan Ekonomi Hingga Kemiskinan di RAPBN 2025 "Dengan tingkat bunga
government bond tertinggi dibanding negara peers membuat fiskal menjadi tidak sehat. Pemerintah harus mempelajari, dan mengembangkan
best practice dari negara peers yang berada di level 1% hingga 3%," ujar Said dalam keterangan resminya, Selasa (27/8). Oleh karena itu, dirinya berharap suku bunga SBN bisa lebih rendah dari usulan pemerintah di nota keuangan RAPBN 2025, setidaknya di rata rata 6,9%. "Dan ke depan di dorong bisa lebih rendah lagi, serta mengembangkan skema pembiayaan yang lebih murah," tegas Said. Di sisi lain, pada tahun 2025 pemerintah mengusulkan nilai tukar rupiah berada pada angka Rp 16.100 per dolar AS. Namun, Said mendorong agar nilai tukar Rupiah bisa lebih rendah di level Rp 15.000 per dolar AS.
Baca Juga: Beli Produk Apple Berstiker Blibli, Gratis 12 Bulan Perlindungan Lengkap "Kita yakin, dengan transformasi struktur ekspor yang lebih bernilai tinggi, dan menguat investasi, serta kebijakan bauran sistem pembayaran yang beragam dari sejumlah mata uang mitra dagang, akan membuat rupiah lebih kuat," jelasnya. Said juga menyoroti masalah menurunnya lifting minyak dan gas bumi yang terjadi setiap tahunnya.
Ia menyebut, pada rentang waktu 2015-2023 jumlah kumulatif defisit perdagangan minyak mentah sebesar US$ 147,3 miliar. Hal ini terjadi lantaran produksi minyak mentah terus menurun, dan tingkat konsumsi semakin tinggi.
Baca Juga: Pemerintah Patok Yield Obligasi 7,1%, Begini Proyeksi di Akhir Tahun "Kita perlu mempertimbangkan untuk meletakkan target bauran energi baru dan terbarukan sebagai indikator strategis pembangunan dalam APBN. Langkah ini untuk mengukur kebijakan transformasi energi kita tiap tahun, sebab akan memiliki pengaruh atas kebijakan fiskal ke depan," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli