KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek pembangunan Bandar Udara (Bandara) Dhoho di Kediri, Jawa Timur, oleh PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) berlanjut. Dalam keterbukaan informasi Jumat (17/9), GGRM akan menambahkan modal Rp 1 triliun ke PT Surya Dhoho Investama. GGRM akan mengambil 1 juta saham baru yang dikeluarkan anak usahanya itu. Dengan demikian, modal ditempatkan dan disetor Surya Dhoho Investama akan menjadi Rp 6 triliun dari sebelumnya Rp 5 triliun. Asal tahu saja, GGRM memiliki 99,99% saham di Surya Dhoho Investama. "Penyetoran modal ditempatkan dan modal disetor tersebut akan dilakukan bertahap, dengan penyetoran awal sebesar Rp 100 miliar pada tanggal 20 September 2021 dan sisanya disetor secara bertahap untuk seluruhnya paling lambat Desember 2021," jelas Corporate Secretary PT Gudang Garam Tbk Heru Budiman dalam keterbukaan informasi, Jumat (17/9).
Lebih lanjut diungkapkan, transaksi ini untuk mendukung kelanjutan proses pembangunan Bandra Terpadu di Kediri Jawa Timur yang dibangun Gudang Garam melalui Surya Dhoho Investama. Sekadar infromasi, mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Surya Dhoho Investama memperkirakan pembangunan bandara akan selesai dalam waktu 2,5 tahun. Untuk merealisasikannya, Surya Dhoho Investama membutuhkan dana sekitar Rp 6 triliun hingga Rp 9 triliun yang bersumber dari kas internal.
Baca Juga: Begini progres pembangunan Bandara Dhoho yang dilakukan Gudang Garam (GGRM) Adapun
groundbreaking pembangunan sudah dilakukan pada 15 April 2020 yang lalu. Pada tahap awal, Bandara Dhoho akan dibangun dengan luas 13.558 meter persegi dari luas total lahan bandara 321 hektare (ha) yang dapat menampung 1,5 juta-2,5 juta penumpang per tahun. Dengan dimensi runway 3.300 meter x 45 meter, Bandara Dhoho dapat menampung delapan pergerakan pesawat pada jam sibuk. Menanggapi hal ini, Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe mencermati, pembangunan bandara sebenarnya memiliki momentum yang pas. Kendati saat ini pandemi Covid-19 memang masih membayangi, bandara tersebut diprediksi akan beroperai saat pemulihan mobilitas masyarakat seiring membaiknya pandemi Covid-19. "Kalau momentumnya pas, tahun depan seharusnya sudah mulai open ekonomi," kata kepada Kontan.co.id, Minggu (19/9). Hanya saja, untuk perkiraan kontibusi bandara terhadap kinerja GGRM, Kiswoyo mengungkapkan masih perlu melihat kondisi saat bandara beroperasi. Terhadap saham GGRM, Kiswoyo menyarankan investor lebih baik
wait and see terlebih dahulu. Walau pelemahannya mulai terbatas, saham GGRM sudah melorot cukup dalam sejak awal tahun, hingga 22,32% menjadi Rp 31.850 per saham. "Masih ada tekanan. Kemungkinan turun 10% hingga 20% lagi masih bisa," imbuhnya.
Kiswoyo mengatakan, saat ini GGRM masih mengandalkan pendapatan dari bisnis rokoknya. Padahal, hingga akhir tahun industri rokok diprediksi akan akan mengalami tekanan. Investor pun disarankan
wait and see hingga bandara beroperasi. Untuk jangka pendek, GGRM memang kurang menarik. Namun untuk jangka menengah dan panjang hingga lima tahun, GGRM masih bisa dikoleksi.