Bangun Galangan Kapal US$ 350 Juta, Oentoro Gandeng Niaga dan Mandiri



JAKARTA. Krisis tak menyurutkan niat pengusaha kapal Oentoro Surya untuk berinvestasi. Lewat perusahaan miliknya PT Surya Prima Bahtera Heavy Industries, Presiden Direktur PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk itu akan tetap melanjutkan pembangunan galangan kapal di wilayah Kabil, Batam yang telah dimulai sejak Maret 2008 lalu. Padahal, ditaksir, pembangunan galangan kapal seluas 118.000 hektare (ha) itu akan memakan biaya hingga US$ 350 juta atau sekitar Rp 3,5 triliun. "Ada konsorsium bank dalam negeri yang bersedia membiayai. Di antaranya Bank Niaga dan Bank Mandiri," terang Oentoro kepada KONTAN, beberapa waktu lalu. Oentoro bilang, untuk sementara Bank Niaga sudah berkomitmen untuk mengucurkan dana awal sekitar US$ 12,5 juta. "Bank Mandiri masih dalam pembicaraan," imbuhnya. Bila tak ada aral melintang, Oentoro menargetkan pembangunan galangan kapal itu selesai seluruhnya pada tahun 2013 nanti. Pembangunan tahap pertama, mungkin bisa selesai di tahun 2010. Bila sudah terbangun seluruhnya, Oentoro mengklaim itu akan menjadi galangan kapal terbesar di Asia Tenggara. Ia menuturkan, galangan ini akan cenderung fokus ke galangan untuk perbaikan kapal atau maintenance. Atau bisa dibilang bengkel untuk kapal.  Oentoro beralasan, galangan jenis ini lebih banyak menghemat biaya. Pasalnya, biaya terbesar untuk galangan semacam ini lebih banyak habis ke biaya tenaga kerja. Jauh lebih minim dibandingkan biaya di galangan pembuatan kapal baru yang banyak menghabiskan biaya untuk pembelian material kapal. Ditaksir, galangan itu bakal mempekerjakan sekitar 4.500-5.000 orang. “Nanti kami juga akan dibantu oleh tujuh orang tenaga ahli dari Korea,” tambah Oentoro. Oentoro melihat beberapa peluang bisnis yang bisa digarapnya di galangan tersebut. Seperti docking, atau konversi kapal. Dari pengalamannya di luar negeri, biaya docking serta konversi kapal bisa memakan biaya masing-masing hingga US$ 5 juta dan US$ 100 juta. Sejauh ini, perusahaan perkapalan kita harus melakukan dua hal itu di luar negeri, seperti di China atau Singapura. Ke depannya, Oentoro juga berniat bisa menyediakan fasilitas layanan recycling atau penghancuran kapal tua untuk dijadikan menjadi lempengan baja. Selama ini, hanya tiga negara di dunia yang bisa melakukan itu. Yakni, Bangladesh, India, dan Brazil. “Kalau kita punya sendiri kan lebih baik. Uang jadi tidak lari ke luar negeri,” beber Oentoro. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: