Bangun kohesi sosial



Pemilihan umum 2019 tinggal dua pekan lagi, sekaligus akan mengakhiri kampanye panjang sejak lima bulan silam. Proses kampanye pemilu berkepanjangan yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan dan edukasi politik, justru malah menjadi ajang "politik kompor" yang membuat suasana politik menjadi tegang, dan bahkan membelah relasi sosial masyarakat.

Maka itu, banyak yang berharap proses pemilu 2019 ini segera berakhir dan menyudahi proses politik yang akan dicatat sejarah sebagai proses demokrasi yang banyak diwarnai hoaks, fitnah dan politik kotor lain nan menyebalkan. Semoga saja, setelah 17 April 2019 nanti, itu semua ketegangan berakhir.

Membangun dan memulihkan kembali relasi sosial masyarakat yang terbelah gara-gara proses pemilu ini menjadi pekerjaan awal para elite politik dan juga siapapun pemimpin yang terpilih dari hasil pemilu 17 April kelak. Ini bukan pekerjaan mudah karena polarisasi politik di masyarakat sudah tajam. Tapi, bagaimanapun mengakhiri pertikaian politik tetap perlu jadi prioritas agar tak berkepanjangan.


Tidak ada yang salah dengan perbedaan politik karena dalam demokrasi perlu mekanisme check and balances. Yang salah adalah kalau perbedaan itu melahirkan "politik kompor" dan membuat runcing relasi sosial masyarakat.

Belajar dari proses pemilu 2019 ini, agaknya perlu pembenahan lagi proses demokrasi ini sehingga pemilu berikutnya yakni pada 2024 jauh lebih berkualitas dan jauh dari praktik-praktik politik tidak bermutu. Misal yang perlu ditimbang lagi soal masa kampanye yang berkepanjangan, mungkin durasinya bisa dibuat lebih pendek agar tak menguras energi politik dan merenggangkan kohesi sosial masyarakat.

Hal lain yang perlu dievaluasi; soal pelaksanaan pemilu serentak antara legislatif dan pemilihan presiden. Dari proses pemilu 2019 terlihat pemilihan presiden yang lebih menyita perhatian. Padahal selain pemilihan presiden, pemilu serentak 2019 ada pemilihan legislatif yang seharusnya juga mendapatkan perhatian serius dari publik. Memilih calon legislator berkualitas dan berintegritas tak kalah penting dari memilih presiden.

Terlebih, kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) acap mendapat sorotan. Terutama menyangkut tugas utama lembaga legislatif membuat undang-undang. Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan pemilu dilakukan serentak. Namun, pemilihan anggota DPR tidak seperti memilih kucing dalam karung.♦

Khomarul Hidayat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi