Bangun pabrik pengolahan logam tanah jarang, Timah (TINS) siapkan dana Rp 200 miliar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) segera membangun pabrik pengolahan mineral logam tanah jarang atau rare earth di Kepulauan Bangka Belitung.  Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk (TINS) Abdullah Umar mengatakan, pembangunan pabrik ini akan dimulai pada kuartal III-2019.

Fasilitas pengolahan tersebut akan memisahkan logam tanah jarang dan unsur radioaktif uranium atau thorium dari mineral monasit yang merupakan produk ikutan dalam penambangan bijih timah. Hasilnya adalah senyawa logam tanah jarang berbentuk senyawa karbonat.

Untuk membangun fasilitas ini hingga selesai, TINS, anggota indeks Kompas100 ini, menyiapkan anggaran Rp 100 miliar-Rp 200 miliar. Dana tersebut berasal dari penerbitan obligasi dan sukuk yang dilaksanakan TINS belum lama ini. 


Baca Juga: Genjot ekspor, Timah (TINS) perkuat pasar asia

Pada Jumat (16/8), perusahaan ini menerbitkan surat utang senilai Rp 1,19 triliun yang terdiri dari obligasi Rp 880 miliar dan sukuk Rp 313 miliar.

Abdullah mengatakan, pembangunan fasilitas oksidasi logam tanah jarang ini akan memakan waktu satu tahun. "Setelah fasilitasnya selesai akan dimulai produksinya. Akan tetapi, saat ini, logam tanah jarangnya sudah mulai ditambang," kata dia di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (4/9).  Oleh karena itu, Direktur Keuangan TINS Emil Emirda mengatakan, hasil dari penambangan logam tanah jarang ini belum bisa berkontribusii ke pendapatan TINS tahun 2019.

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Direktur Pengembangan Usaha TINS Trenggono Sutioso mengatakan, kajian kelayakan atas logam tanah jarang ini telah selesai dilaksanakan. Perjanjian kerjasama dengan Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir untuk pengelolaan produk samping uranium atau thorium juga sudah ditandatangani.

Baca Juga: TINS rampungkan proyek fuming smelter

Sebagai informasi, logam tanah jarang yang merupakan produk sampingan dari pengolahan timah ini masih belum termanfaatkan. Namun, varian tertentu dari komoditas mineral ini dimasukkan dalam kategori bahan radio aktif yang pengelolaan dan regulasinya berada di bawah Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

Rare earth memang menjadi komoditas penting karena bisa menjadi bahan baku untuk sejumlah industri strategis, seperti peralatan militer dan juga produk elektronika tingkat lanjut. Rare earth juga jadi salah satu isu dalam perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi