JAKARTA. Perusahaan pemurnian hasil tambang mentah UC Rusia Aluminium Company (Rusal) akan masuk ke Indonesia dan membangun peleburan (smelter) bauksit. Untuk memuluskan rencana itu, Rusal bakal menggandeng perusahaan tambang di dalam negeri.Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan, Rusal berencana menanamkan investasi sebesar US$ 1,5 miliar untuk mengolah bauksit menjadi alumina. Nilai investasi sebesar itu tersebut sudah mencakup kontribusi dari perusahaan lokal yang akan menjadi partner mereka. "Rusal akan joint dengan sebuah perusahaan lokal," ungkapnya, pekan lalu.Sayang, Hidayat belum bersedia buka-bukaan soal perusahaan lokal yang bakal menjadi mitra Rusal, termasuk soal isu bahwa Antam sebagai calon partner. Rusal sendiri merupakan produsen aluminium terbesar di dunia, penguasa 10% pasar globalSekadar catatan, Rusal pernah melakukan kajian bersama PT Aneka Tambang (Antam) pada 2007. Namun, kerja sama itu terhenti pada 2009, karena Rusal tak kunjung melakukan follow up atas rencana itu. "Kelihatannya Rusal akan mempertimbangkan partner lokal yang lain. Mereka sedang memilih," ujarnya.Meski begitu, Hidayat memastikan, Rusal siap merealisasikan investasinya di Indonesia pada tahun depan.Sejatinya, Indonesia merupakan salah satu produsen bauksit terbesar di dunia. Saat ini cadangan tambang bauksit yang sudah terbukti sebesar 108 juta metrik ton (MT). Namun, saban tahun, sekitar 15 juta MT bauksit masih diekspor dalam rupa mentah.Padahal industri di dalam negeri sangat membutuhkan alumina yang merupakan hasil olahan bauksit. Selama ini, untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia harus mengimpor. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) saja mengimpor alumina dari Australia sebanyak 500.000 ton untuk menghasilkan 250.000 ton aluminium.Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait menyebut, setidaknya dibutuhkan investasi sebesar Rp 10 triliun untuk bisa memenuhi kebutuhan alumina di dalam negeri. Karena itu, menurut Hidayat, sebenarnya pemerintah membuka peluang bagi semua investor yang berminat menanam modal di industri hulu aluminium. Semua calon investor, terutama dari luar negeri, bisa melakukan pendekatan mencari mitra usahanya secara B to B. "Tidak semua investor harus membuat satu masing-masing satu smelter karena modalnya besar," ujarnya.Investasi di hilirSelain di sektor pemurnian bauksit, Rusia ternyata juga mengincar investasi di industri hilir nikel dan tembaga. Menurut Hidayat, produsen nikel dan paladium asal Rusia, Norilsk Nickel, juga berencana membangun smelter nikel dan tembaga tersebut.Demi mendukung rencana tersebut, Norilsk bahkan telah menggaet mitra lokal. "Norilsk berencana membangun fasilitas pemurnian berkapasitas 400.000 ton per tahun," sebutnya. Lagi-lagi Hidayat menolak merinci nama perusahaan lokal tersebut.Di samping itu, perusahaan Rusia lainnya, yaitu Russian Railways Co. juga akan membangun jalur dan infrastruktur rel kereta api sepanjang 190 km di Kalimantan Timur. Proyek itu ditaksir membutuhkan investasi US$ 1,75 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bangun smelter bauksit, Rusia bidik partner lokal
JAKARTA. Perusahaan pemurnian hasil tambang mentah UC Rusia Aluminium Company (Rusal) akan masuk ke Indonesia dan membangun peleburan (smelter) bauksit. Untuk memuluskan rencana itu, Rusal bakal menggandeng perusahaan tambang di dalam negeri.Menteri Perindustrian MS Hidayat mengungkapkan, Rusal berencana menanamkan investasi sebesar US$ 1,5 miliar untuk mengolah bauksit menjadi alumina. Nilai investasi sebesar itu tersebut sudah mencakup kontribusi dari perusahaan lokal yang akan menjadi partner mereka. "Rusal akan joint dengan sebuah perusahaan lokal," ungkapnya, pekan lalu.Sayang, Hidayat belum bersedia buka-bukaan soal perusahaan lokal yang bakal menjadi mitra Rusal, termasuk soal isu bahwa Antam sebagai calon partner. Rusal sendiri merupakan produsen aluminium terbesar di dunia, penguasa 10% pasar globalSekadar catatan, Rusal pernah melakukan kajian bersama PT Aneka Tambang (Antam) pada 2007. Namun, kerja sama itu terhenti pada 2009, karena Rusal tak kunjung melakukan follow up atas rencana itu. "Kelihatannya Rusal akan mempertimbangkan partner lokal yang lain. Mereka sedang memilih," ujarnya.Meski begitu, Hidayat memastikan, Rusal siap merealisasikan investasinya di Indonesia pada tahun depan.Sejatinya, Indonesia merupakan salah satu produsen bauksit terbesar di dunia. Saat ini cadangan tambang bauksit yang sudah terbukti sebesar 108 juta metrik ton (MT). Namun, saban tahun, sekitar 15 juta MT bauksit masih diekspor dalam rupa mentah.Padahal industri di dalam negeri sangat membutuhkan alumina yang merupakan hasil olahan bauksit. Selama ini, untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia harus mengimpor. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) saja mengimpor alumina dari Australia sebanyak 500.000 ton untuk menghasilkan 250.000 ton aluminium.Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait menyebut, setidaknya dibutuhkan investasi sebesar Rp 10 triliun untuk bisa memenuhi kebutuhan alumina di dalam negeri. Karena itu, menurut Hidayat, sebenarnya pemerintah membuka peluang bagi semua investor yang berminat menanam modal di industri hulu aluminium. Semua calon investor, terutama dari luar negeri, bisa melakukan pendekatan mencari mitra usahanya secara B to B. "Tidak semua investor harus membuat satu masing-masing satu smelter karena modalnya besar," ujarnya.Investasi di hilirSelain di sektor pemurnian bauksit, Rusia ternyata juga mengincar investasi di industri hilir nikel dan tembaga. Menurut Hidayat, produsen nikel dan paladium asal Rusia, Norilsk Nickel, juga berencana membangun smelter nikel dan tembaga tersebut.Demi mendukung rencana tersebut, Norilsk bahkan telah menggaet mitra lokal. "Norilsk berencana membangun fasilitas pemurnian berkapasitas 400.000 ton per tahun," sebutnya. Lagi-lagi Hidayat menolak merinci nama perusahaan lokal tersebut.Di samping itu, perusahaan Rusia lainnya, yaitu Russian Railways Co. juga akan membangun jalur dan infrastruktur rel kereta api sepanjang 190 km di Kalimantan Timur. Proyek itu ditaksir membutuhkan investasi US$ 1,75 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News