Bangun Smelter Butuh Investasi Jumbo, Tapi Pendanaan Kok Masih Sulit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan fasilitas pemurnian (refinery) dan fasilitas pengolahan (smelter) hasil tambang kerap menghadapi sejumlah kendala,  salah satunya sulitnya mendapatkan pendanaan dari perbankan. 

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Irwandy Arif menjelaskan salah satu kendala pembangunan fasilitas pemurnian dan smelter di Indonesia saat ini ialah soal pendanaan. 

Dia menjelaskan, ada beberapa sumber pendanaan dalam membangun refinery dan smelter yakni dari bank internasional, bank nasional, kemudian dari industri itu sendiri. Ini gabungan yang sering terjadi di Indonesia. 


Baca Juga: Tanggapan Pengusaha Smelter Soal Rencana Pemerintah Batasi Pembangunan Smelter Nikel

“Jika yang membeli dengan negara-negara tertentu biasanya dapat pembiayaan untuk membangun smelter di Indonesia, tentunya dana dari mereka,” jelasnya dalam acara di Jakarta, Rabu (8/3). 

Namun kondisi pendanaan akan sangat berat jika menjadi tanggungan industrinya sendiri karena butuh 70% ekuitas dan 30% liabilitas atau pinjaman. 

Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada, Roy A Arfandy mengakui untuk membangun pabrik pengolahan nikel mixed hydroxide precipitate (MHP) yakni High Pressure Acid Leaching (HPAL) membutuhkan investasi yang sangat besar. 

Sebagai informasi HPAL merupakan pengolahan dan pemurnian nikel limonit dengan melarutkannya dalam wadah bertekanan atau bersuhu tinggi dan selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dari larutan konsentrat untuk mendapat mineral yang lebih murni.

“Kami membangun fasilitas HPAL senilai US$ 1,2 miliar, itu setengah mati nyari (pendanaan) karena menurut sejarahnya, pembangunan HPAL 7 dari 10 banyak yang gagal. Itu kendala kami,” jelasnya dalam kesempatan yang sama. 

Roy mengakui, perbankan banyak yang menahan pendanaan jika listrik yang mengalir ke pabrik berasal dari batubara. Sedangkan kondisi geografis sangat menentukan sumber listrik apa yang cocok dengan pabrik yang sedang dibangun. 

Roy memberikan gambaran, lokasi pembangunan smelter HPAL di Halmahera terletak di pulau remote sehingga pembangkit yang bisa dibangun hanyalah batubara. Pihaknya berencana menggunakan tenaga surya, namun kapasitasnya tidak bisa besar. Demi membangun PLTS berkapasitas 300 MW dibutuhkan 300 Hektare untuk peletakan panelnya. 

Baca Juga: APNI Soroti Minimnya Smelter Pengolah Nikel Kadar Rendah

Tantangan Lain Pembangunan Smelter 

Irwandy Arif menjelaskan lebih lanjut, selain masalah pendanaan, kendala pembangunan fasilitas pemurnian ialah pasokan energi, tarif listrik dan biaya instalasi. Dia menyatakan, sebelumnya pihaknya sudah mempertemukan PT PLN dan industri perusahaan yang bersangkutan untuk membicarakan persoalan ini. 

Tantangan lainnya ialah pembebasan lahan, rencana tata ruang wilayah. Menurut Irwandy, pembebasan lahan harus dilakukan dengan pendekatan yang baik. Adapun soal perizinan untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan tailing juga kerap menjadi kendala. 

“Indonesia juga memiliki kelemahan teknologi. Kita membayar terlalu mahal ini teknologi smeter,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .