Bangun smelter, INCO Siap investasi US$ 4 miliar



JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akan memulai proyek pemurnian (smelter) bijih nikel di tahun ini dengan dana investasi mencapai US$ 4 miliar. Dana sebesar itu disiapkan untuk ekspansi jangka panjang INCO hingga lima tahun ke depan. Investasi tersebut merupakan komitmen INCO setelah memperoleh perpanjangan kontrak karya dari pemerintah hingga 2045.

Febriany, Direktur Keuangan INCO mengatakan, dana itu akan digunakan untuk membangun dua proyek smelter. Rinciannya, sebesar US$ 2 miliar bakal digunakan untuk investasi smelter di di Bahadopi, Sulawesi Tenggara, dan Sorowako, Sulawesi Selatan. Dan US$ 2 miliar untuk proyek smelter greenfield di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.

Saat ini, INCO tengah dalam tahap kajian dan uji coba proyek Bahadopi dan Sorowako. Tahap uji coba itu membutuhkan waktu hingga satu tahun.  "Untuk proyek di Bahadopi, investasi akan bertahap dalam 4-6 tahun ke depan," ujarnya di acara Corporate Treasury & CFO Summit Indonesia, di Jakarta, Selasa (27/1). 


Sementara untuk proyek pengolahan bijih nikel di Pomalaa, INCO akan bekerja sama dengan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. INCO juga masih melakukan studi kelayakan terhadap aktivitas pertambangan dengan luas konsesi sekitar 20.000 hektare tersebut. "Kami akan kerjasama, karena teknologinya berasal dari Sumitomo," jelasnya.

Karena membutuhkan dana investasi yang besar, INCO juga tengah mencari opsi terbaik soal pendanaan eksternal. Febriany bilang, harga nikel yang masih belum stabil turut mempengaruhi besaran investasi dan kebutuhan dana yang dikaji. Ia bilang, INCO masih punya ruang yang cukup lebar untuk mencari pendanaan dari eksternal.

Untuk tahun ini saja, INCO memprediksi bisa menyerap dana belanja modal sebesar lebih dari US$ 100 juta. "Yang jelas, belanja modal akan lebih tinggi dari tahun lalu, dan akan meningkat bertahap," jelasnya. INCO juga akan terus menggenjot efisiensi untuk menurunkan beban operasional. 

Salah satu efisiensi yang berhasil diterapkan INCO adalah proyek konversi batubara tahap 1 (CCP1) INCO yang mengganti minyak bakar bersulfur tinggi (HSFO) dengan batubara di tanur pengering bijih. Konversi ini berhasil menurunkan biaya secara signifikan pada tahun lalu.

Di Kuartal III-2014, beban pokok pendapatan INCO hanya naik kurang dari 1% menjadi US$ 181,2 juta. Sementara peningkatan volume penjualan sebesar 1%, sehingga, beban pokok pendapatan per metrik ton menjadi lebih rendah. Tahun lalu, INCO juga mendapat berkah dari harga jual yang lebih tinggi, sehingga margin laba INCO membesar. 

Prinsip efisiensi ini terbukti melambungkan laba INCO. Pada Kuartal III-2014, INCO membukukan pendapatan sebesar US$ 772,29 juta naik dari periode yang sama tahun 2013 sebesar US$ 721,07 juta. Sementara laba periode berjalan tercatat sebesar US$ 130,35 juta, naik dari US$ 47,28 juta.

Febriany bilang, amandemen kontrak karya ini, diyakini INCO memberi kepastian yang lebih besar untuk jangka panjang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia