KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) membuka opsi kerjasama untuk membangun smelter tembaga. Saat ini, pengerjaan proyek yang berlokasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu masih berlangsung. Direktur Utama AMNT Rachmat Makkasau menyampaikan, pihaknya masih fokus dalam tahap awal pembangunan smelter. Apalagi, pandemi covid-19 mendatangkan banyak kendala dalam proses pengerjaannya. Meski pengerjaan smelter terhambat, Rachmat menegaskan, AMNT bakal tetap memenuhi ketentuan pemerintah. Anak usaha dari PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) ini pun membuka opsi kerjasama dalam melanjutkan kewajiban membangun smelter tersebut.
"Mengenai opsi partnership nantinya kami tetap terbuka untuk itu. Yang pasti kami tetap akan memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah," ungkap Rachmat kepada Kontan.co.id, Minggu (7/2).
Baca Juga: Pemerintah sarankan Amman Mineral cari mitra untuk bangun smelter tembaga Namun, Rachmat tidak membeberkan lebih lanjut seberapa besar potensi kerjasama akan dilakukan Amman Mineral. Jika opsi kerjasama jadi dipilih, dia pun tidak memberikan gambaran apakah akan menjajaki kerjasama dengan perusahaan dalam negeri atau investor dari luar negeri. "Kita tetap terbuka untuk partnership," kata Rachmat. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyarankan PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk mencari mitra kerjasama dalam proyek pembangunan smelter tembaga. Penjajakan kerjasama saat ini pun tengah dilakukan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk memenuhi kewajibannya dalam membangun smelter tembaga baru sebagai komitmen setelah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). PTFI sedang membahas kemitraan dengan Tsingshan Steel China. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan bahwa pemerintah juga mengusulkan AMNT untuk mengambil langkah serupa. Namun, Seto menekankan bahwa strategi kerjasama menjadi kewenangan perusahaan, dengan mempertimbangkan risiko-risiko dalam investasi. "Ya kami usulkan begitu (melakukan kerjasama). Cuman kan ini nanti kembali kepada masing-masing investornya. So far yang baru menyambut kerjasama ini baru Freeport, kami masih tunggu," kata Seto dalam media konferensi yang digelar secara daring, Jumat (5/2).
Dia menegaskan, perusahaan juga harus mempertimbangkan risiko batas waktu dalam membangun smelter. Sebab, pada tahun 2023, pemerintah akan tegas menutup ekspor mineral yang belum dimurnikan di dalam negeri, termasuk konsentrat tembaga. "Mereka (perusahaan) sudah tahu kan risiko nya kalau (smelter) enggak jadi. 2023 kan mereka nggak bisa ekspor lagi," ujar Seto. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba), pemberlakuan ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan diberi batas waktu paling lama tiga tahun sejak UU No.3/2020 diundangkan. Artinya, ekspor terakhir berlaku hingga 2023. "Ya amanat undang-undangnya begitu," ujar Seto.
Baca Juga: Ini fokus bisnis Medco Energi (MEDC) di tahun 2021 Editor: Khomarul Hidayat