Banjir Australia mendongkrak BORN



JAKARTA. PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) berpeluang memperbesar volume penjualan hard coking coal atau kokas batubara pada tahun ini. Para produsen batubara di Australia, yang menguasai hampir dua pertiga perdagangan kokas batubara global kini mengalami gangguan produksi akibat musibah banjir.

Industri pertambangan batubara di negara bagian Queensland, Australia membutuhkan waktu antara dua hingga tiga bulan untuk memulihkan kegiatan operasionalnya setelah musibah banjir awal tahun ini. Dari 57 produsen batubara yang bermarkas di Queensland, sebagian besar telah menyatakan force majeure alias kondisi di luar perkiraan yang memungkinkan produsen tidak memenuhi kontrak pengiriman. Bahkan produsen besar seperti BHP Billiton dan Rio Tinto juga mendeklarasikan force majeure.

Dalam hitungan Direktur BORN, Geroad Jusuf, pertambangan batubara di Australia membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk memperbaiki fasilitas produksi batubara. Selama kurun waktu tersebut, Indonesia, sebagai negara produsen batubara, turut diuntungkan. Konsumen batubara di kawasan Asia cenderung memilih Indonesia untuk menambal defisit pasokan kokas batubara dari Negeri Kanguru.


Satu keunggulan yang dinikmati produsen batubara Indonesia adalah lokasi yang dekat dengan pembeli di Asia. Bandingkan dengan Afrika yang juga menghasilkan produk kokas batubara. Lokasi strategis ini membuat biaya pengiriman lebih murah.

Selama ini negara tujuan ekspor batubara BORN adalah Taiwan, Jepang dan Korea dan China. Namun BORN sejauh ini belum memperoleh kontrak tambahan permintaan, berkaitan dengan gangguan produksi kokas batubara di Australia. "Saat ini situasinya masih sama-sama menahan diri. Baik pihak produsen maupun pembeli," kata dia, Kamis (27/1).

Menurut Geroad, para pembeli menahan diri untuk memesan. Tujuannya demi menurunkan harga pembelian. Sedangkan produsen batubara menahan stok, agar harga tidak terjun bebas.

Para pembeli bisa menahan diri lantaran masih punya persediaan. "Thermal coal dan hard coking coal memiliki karakteristik pasar berbeda," jelas Geroad. Thermal coal adalah batubara yang dipakai untuk sumber pembangkit listrik. Batubara jenis ini dipesan sesuai kebutuhan dan secara terus menerus. Misalnya ketika musim dingin maka permintaan thermal coal akan meningkat.

Sedang hard coking coal adalah batubara yang dipakai untuk industri baja. Para produsen baja biasanya memiliki persediaan dalam waktu tertentu. Geroad memprediksi, persedian akan menipis sehingga kenaikan permintaan tinggal menunggu waktu.

Dengan terganggunya pasokan dari Australia dan permintaan yang kuat, maka harga kokas batubara berpotensi menanjak. Harga hard coking coal kini berkisar US$ 190 hingga US$ 220 per metrik ton. Nilai itu naik 2,70% hingga 18,92% dari harga rata-rata 2010 yang senilai US$ 185 per metrik ton. Geroad optimistis, harga kokas batubara tahun ini masih akan meningkat.

BORN tidak membuang kesempatan ini. Emiten itu akan menambah kapasitas produksi 2011 menjadi 5 juta ton. Jumlah ini meningkat 38,89% dari tahun sebelumnya. BORN menargetkan produksi 2011 sebanyak 3,5 juta ton, melonjak 79,49% dari realisasi 2010. Penjualannya tahun ini diproyeksikan melonjak 87,5% menjadi 3 juta ton.

BORN menyiapkan belanja modal US$ 185 juta atau senilai Rp 1,67 triliun. BORN telah meraih kontrak penjualan selama setahun dari dua perusahaan China, yaitu General Nice dan Zhang Lian. Tiap perusahaan itu membutuhkan 1 juta ton batubara seharga US$ 190-US$ 195 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can