JAKARTA. Tak syak lagi, barang impor memang membanjiri pasar lokal. Mulai dari peniti hingga gadget dan buldoser impor, amat dominan menguasai pasar Indonesia. Boleh jadi, itulah salah satu yang melatarbelakangi keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Poin utama aturan ini adalah menaikkan bea masuk impor barang jadi. Tentu saja, potensi menambah pemasukan negara dari kenaikan bea masuk impor, menjadi berkah tersendiri bagi negara. Kebijakan ini mulai diberlakukan terhitung sejak Kamis kemarin (23/7). Totalnya ada sekitar 60 jenis barang konsumsi yang tarif bea masuk impornya naik. Mulai dari makanan, minuman, pakaian, peralatan rumahtangga, hingga kendaraan bermotor.
Tak tanggung-tanggung, kenaikan tarif bea masuk impor barang konsumsi itu ditetapkan pemerintah dengan kisaran 10%-150%. Contoh, produk makanan seperti ikan, coklat, pasta, es krim, roti kering, dan kembang gula, pemerintah menaikkan tarif bea masuk impornya dari 5% dan 10% menjadi 15% dan 20%. Pakaian seperti kemeja pria atau anak laki-laki dan blus kemeja wanita atau anak perempuan naik dari 15% ke 20%-25%. Lalu, kendaraan bermotor untuk mengangkut 10 orang atau lebih (bus), tarifnya naik dari 10% dan 40% ke 20% dan 50%. Sepeda motor naik dari 10% dan 20% ke 30% dan 40%. Selain itu, perabotan rumah tangga seperti
air conditioner (AC) dan lemari pendingin pun tak luput dari kenaikan tarif bea impor. Jika sebelumnya tarif bea masuk AC dan lemari pendingin dari produk luar sebesar 10%, kini dinaikkan menjadi 15%. Dari semua jenis barang konsumsi impor yang naik tarif bea masuknya, terdapat empat jenis barang yang terkena kenaikan tarif tertinggi di kisaran menjadi 90% hingga 150%. Tarif impor aneka jenis wine anggur dan minuman sari buah (jus), misalnya, naik menjadi 90%. Sedangkan tarif impor minuman etil alkohol berkadar alkohol kurang dari 80% seperti brandy, wisky, rum dan lain-lain naik menjadi 150% (
lihat tabel). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kenaikan tarif bea masuk impor barang konsumsi ini dilakukan pada produk hilir atau barang konsumsi. Bambang berdalih, kebijakan ini dibuat untuk melindungi industri di dalam negeri. "Sekaligus untuk memperkuat daya saing industri lokal," ujar Bambang, Kamis (23/7). Namun, Bambang tidak memungkiri, kebijakan anyar yang dibuatnya ini bisa melemahkan daya beli masyarakat lantaran harga jual produk asal impor akan melejit di pasaran dalam negeri. Sebab, industri lokal belum tentu dapat mensubtitusi produk impor tersebut. Efeknya, pertumbuhan ekonomi tahun ini kian melemah dan kontradiktif dengan keinginan pemerintah mendorong ekonomi. Toh, Suahasil Nazara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu mengatakan, pemerintah akan lebih memprioritaskan produsen dalam negeri terlindungi dengan adanya kebijakan ini. Di sisi lain, Suahasil yakin barang konsumsi impor tersebut sebenarnya bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri. "Jadi, akan terkompensasi dari industri dalam negeri. Jadi, dampaknya tidak besar," kilah Suahasil. Berbasis persentase Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemkeu menambahkan, untuk sejumlah jenis barang konsumsi, aturan yang tertuang dalam PMK 132/2015 mengalami sedikit perbedaan dengan aturan sebelumnya. Dia mencontohkan, pengenaan tarif bea masuk pada minuman impor. Berdasarkan PMK No.132/PMK.010/2015 ini, pengenaan bea masuk pada minuman fermentasi dan alkohol, basis tarif diubah menjadi prosentase. Sebelumnya, penerapan tarif bea masuknya berbasis pada volume impor. Sebagai contoh, berdasarkan aturan baru, minuman fermentasi sekarang ini dikenakan biaya bea masuk 90% dari harga dasar. Jadi, apabila harga dasar minumannya Rp 1 juta, tarif bea yang dikenakan mencapai Rp 900.000 per item. Sebelumnya penghitungan bea masuk minuman fermentasi dan alkohol impor adalah Rp 55.000 per liter. Begitu pula dengan alkohol. Sementara itu, minuman jenis etil alkohol seperti wiski, brandy atau vodka, saat ini tarif bea masuknya ditetapkan 150% dari harga dasarnya. Sebelumnya pengenaan tarifnya adalah Rp 125.000 per liter. Heru beralasan, langkah pemerintah mengubah tarif bea masuk minuman fermentasi dan alkohol agar terbentuk nilai yang lebih proporsional. Artinya, harga dasar yang lebih tinggi, perlu dikenakan bea masuk lebih besar. "Diharapkan nanti ada peningkatan penerimaan," terang Heru.
Hanya saja, lanjut Heru, tujuan utama kebijakan ini diharapkan mampu mengontrol ketergantungan masyarakat terhadap minuman keras. Selain itu, memberikan keseimbangan antara pasokan yang dihasilkan pabrik lokal dan impor. "Asas keadilan penting agar daya saing produsen dalam negeri menjadi lebih baik," imbuh dia. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel optimistis, kenaikan tarif bea masuk impor barang konsumsi akan meningkatkan produktivitas industri nasional dan tak akan menghambat kegiatan impor. Menurut Rachmat, peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak melanggar ketentuan yang ada di organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). "Kita tidak menghambat, tidak ada. Yang kita hambat produk yang berkualitas rendah. Kita perlu produk yang berkualitas bagi rakyat," ujar Rachmat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie