Banjir impor tekstil kembali membayangi industri dalam negeri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil mengeluhkan terkait maraknya impor produk tekstil dan garmen saat masa pandemi ini. Padahal pada kuartal-I 2020, barang impor dipasaran minim hingga kondisi pasar sangat mendukung produk lokal sebagai akibat penutupan Pusat Logistik Berikat (PLB) tekstil serta diberlakukannya safeguard benang dan kain.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengira dikuartal-III tahun ini industri benang dan serat kain bisa kembali menikmati pasar domestik seperti di kuartal-I, tapi pasar kembali dibanjiri produk impor.

Sayang asosiasi belum memberikan detil soal angka kenaikan impor. Redma bilang, kondisi hingga saat ini produsen serat dan benang belum menunjukkan peningkatan produksi karena permintaan dari industri kainnya belum menunjukkan aktifitas yang signifikan.


Baca Juga: Berikut strategi Pan Brothers (PBRX) dan Sri Rejeki Isman (SRIL) jaga rasio utang

“Aktivitas industri yang memproduksi kain tenun dan rajut pasca pencabutan PSBB sangat minim karena enggan mengambil resiko stok. Meskipun permintaan pasar menuju arah normal, namun  justru pasar dibanjiri kain impor” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).

Redma menjelaskan bahwa pasar domestik menjadi andalan sebagian besar produsen di tengah sepinya aktifitas pasar ekspor yang masih tertekan. APSyFI berharap pemerintah segera merevisi Permendag 77 tahun 2019 terkait Tata Niaga Tekstil, karena aturan tersebut sangat tidak sesuai dengan semangat dalam mengendalikan impor.

Mengulik data Badan Pusat Statistik, impor pakaian & aksesori (bukan rajutan) Januari 2020 - Mei 2020 mencapai US$ 159,8 juta atau turun 10% secara tahunan. Namun impor di bulan Mei 2020 saja tercatat sebesar US$ 29,6 juta atau naik 33% dibandingkan bulan April 2020 yang senilai US$ 22,1 juta.

Carel Christanto, Direktur PT Asia Pacific Investama Tbk (MYTX) mengakui bahwa memasuki semester kedua ini, kegiatan impor barang tekstil masih cukup marak. "Kain impor masih mengganggu," terangnya kepada Kontan.co.id, Jumat (17/7).

Baca Juga: Tak ada pembatalan pesanan selama pandemi, berikut penjelasan Sri Rejeki Isman (SRIL)

Manajemen berharap impor produk tekstil dapat terus dipantau. Sebelumnya manajemen bilang, bisnis tekstil perseroan cukup tertekan bahkan penjualan diakui sempat merosot 50% karena pandemi mengakibatkan penundaan pembelian dari pelanggan.

Sementara itu Rizal Rakhman, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan pihaknya masih mempelajari terkait impor tersebut. Kenaikan kemungkinan berasal dari HS number yang tidak diatur safeguard impor barang tekstil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .