Bank agen penjual SBR & ORI optimis capai target



JAKARTA. PT Bank Central Asia (BCA) Tbk telah ditunjuk pemerintah sebagai salah satu agen penjual instrumen surat utang baru, Saving Bond Retail (SBR) dan obligasi ritel negara Indonesia (ORI) sejak 2 Mei lalu. Obligasi berkode SBR001 ini diterbitkan tak hanya untuk mencari utang baru pemerintah, tapi juga untuk menambah gairah investor retail menabung dan berinvestasi. Kepala Divisi Treasury BCA Branko Windoe mengungkapkan, penawaran SBR001 yang baru berlangsung beberapa hari ini telah mencapai angka Rp 50 miliar. Menurutnya, target bank dengan kode emiten BBCA ini dalam penjualan instrumen SBR perdana adalah sebesar Rp 250 miliar."Permintaan yang masuk masih on the track (sejalan) dengan target kami, karena baru berlangsung beberapa hari," ujar Branko kepada KONTAN, Selasa (6/5).Menurut Branko, untuk instrumen anyar yang baru ditawarkan pemerintah ini memiliki fitur baru. Meski merupakan surat berharga negara yang mirip dengan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang sudah lebih dahulu diluncurkan pemerintah, namun likuiditas SBR001 ini amat terbatas.Sebab, jika ORI bisa diperjualbelikan di pasar sekunder, maka tidak dengan SBR. Ini artinya, likuiditas SBR jauh lebih terbatas dibanding ORI.Jadi, pemegang SBR001 harus menyimpannya hingga masa jatuh tempo berakhir. Adapun SBR seri pertama ini memiliki masa jatuh tempo hingga 20 Mei 2016 nanti.Selain itu, SBR memiliki kupon mengambang, dengan rate minimal 8,75%. Nah, dengan fitur baru ini, kata Branko, masyarakat terlebih dahulu sedang meraba instrumen baru ini."Kalau dilihat ini adalah produk baru yang belum familiar di masyarakat. Produk baru dengan fitur baru dan berbeda ini tentu akan terlebih dahulu dipelajari oleh masyarakat. Kami pun sebagai agen pemasaran masih belajar tentang produk yang kami pasarkan ini. Semua masih belajar," kata Branko.Meski demikian, Branko optimis BCA akan sanggup memenuhi target penjualan SBR001 sebesar Rp 250 miliar. Produk untuk nasabah ritel ini ditawarkan kepada seluruh nasabah dan masyarakat, tak terkecuali wealth management customer di BBCA."ORI dengan SBR tidak bisa dibandingkan penjualannya, karena ini adalah instrumen yang berbeda. Jika nasabah menginginkan yang lebih liquid, mungkin bisa membeli ORI. Tapi bagi masyarakat yang tidak memiliki kebutuhan pencairan dana yang cepat, bisa masuk ke SBR. Segmentasinya masing-masing berbeda," jelasnya.Bank yang juga turut menjadi agen penjual saving bond dan ORI adalah PT Bank OCBC NISP. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengungkapkan, pihaknya menawarkan SBR001 kepada semua nasabah perseroan di masing-masing cabang di seluruh Indonesia.Menurut Parwati, penawaran dilakukan kepada nasabah yang sesuai dengan profil resiko investasi. Hal ini karena instrumen SBR berbeda dengan ORI."SBR tidak dapat diperjualbelikan, setelah membeli harus Hold to Maturity selama 2 tahun. Dengan kupon mengambang, yaitu LPS rate ditambah dengan 1,25%. Sementara kalau LPS rate turun, kupon dibatasi sebesar maksimal 8,75%. Ini adalah instrumen yang berbeda," jelas Parwati.Parwati menyebutkan, sejak diluncurkan pada Jumat akhir pekan lalu, OCBC NISP masih dalam proses melakukan book building penawaran kepada nasabah. Dengan batas tenggat waktu book building terakhir pada 22 Mei mendatang, Parwati optimistis perseroan akan mampu menyerap seluruh jatah penjualan, yang sayangnya enggan disebutkan secara gamblang."Kami masih dalam proses bookbuilding, sehingga hasilnya masih menunggu laporan dari seluruh cabang OCBC NISP," jelasnya.Catatan saja, meski sebagai instrumen investasi, SBR 001 juga lebih bersifat sebagai instrumen saving. Karena bersifat sebagai alat saving atau menabung inilah, SBR001 bebas dari fluktuasi bunga.SBR merupakan kupon instrumen yang dijamin negara yang mengikuti rate dari Lembaga Penjamin Simpanan dan bunga yang ditawarkan lebih tinggi dari deposito, dengan pajak yang terjangkau.Kupon akan dibayarkan pada tanggal 20 setiap bulannya. Masyarakat yang tertarik untuk memiliki SBR001, minimal harus memesan senilai Rp 5 juta dan maksimal sebesar Rp 5 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie