JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia mengubah jadwal lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan dari setiap satu minggu menjadi tiga minggu sekali membuat perbankan harus memutar otak. Mereka mesti mencari instrumen jangka pendek lain untuk memutar dananya. Para analis memperkirakan, perbankan akan memburu obligasi pemerintah dengan tenor pendek. Menurut Anton Gunawan, Chief Economist PT Bank Danamon Tbk, kebijakan baru bank sentral itu akan membuat perbankan dan investor asing yang menanamkan dananya di SBI satu bulan harus memindahkan dananya ke instrumen lain. Pilihannya ada dua. "Bagi bank adalah mencari obligasi jangka pendek. Untuk investor asing, kalau tidak mencari obligasi jangka pendek, mereka akan lari ke dollar AS," ujarnya. Kalau mereka memilih obligasi dengan tenor pendek, tentunya mereka akan meminta yield (imbal hasil) yang tinggi. Maklum, obligasi jangka pendek jumlahnya sangat sedikit di pasar. "Ini tentu peluang bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang untuk menerbitkan obligasi jangka pendek," ujarnya. Meski begitu, pemerintah tetap harus memperhatikan kemampuan pelunasan obligasi dan menekan yield yang diminta pasar.
Bank Akan Memburu SUN Jangka Pendek
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia mengubah jadwal lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan dari setiap satu minggu menjadi tiga minggu sekali membuat perbankan harus memutar otak. Mereka mesti mencari instrumen jangka pendek lain untuk memutar dananya. Para analis memperkirakan, perbankan akan memburu obligasi pemerintah dengan tenor pendek. Menurut Anton Gunawan, Chief Economist PT Bank Danamon Tbk, kebijakan baru bank sentral itu akan membuat perbankan dan investor asing yang menanamkan dananya di SBI satu bulan harus memindahkan dananya ke instrumen lain. Pilihannya ada dua. "Bagi bank adalah mencari obligasi jangka pendek. Untuk investor asing, kalau tidak mencari obligasi jangka pendek, mereka akan lari ke dollar AS," ujarnya. Kalau mereka memilih obligasi dengan tenor pendek, tentunya mereka akan meminta yield (imbal hasil) yang tinggi. Maklum, obligasi jangka pendek jumlahnya sangat sedikit di pasar. "Ini tentu peluang bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang untuk menerbitkan obligasi jangka pendek," ujarnya. Meski begitu, pemerintah tetap harus memperhatikan kemampuan pelunasan obligasi dan menekan yield yang diminta pasar.