Bank-Bank Global Cetak Pertumbuhan Laba Signifikan di Kuartal I



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Bank-bank besar global berhasil melanjutkan pertumbuhan kinerja positif pada kuartal I 2023 di tengah tekanan industri perbankan pasca kegagalan SVB dan Signature Bank di Amerika Serikat (AS) dan Credit Suisse di Eropa.

Terbaru, Standard Chartered Plc mengumumkan mengantongi laba sebelum pajak sebesar US$ 1,81 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini, meningkat 21% dari periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Capaian ini mengalahkan ekspektasi analis sebesar US$ 1,4 miliar.

Menurut laporan Financial Times, Kamis (27/4), pertumbuhan laba ini sejalan dengan kenaikan pendapatan bank sebesar 8% yoy menjadi US$ 4,4 miliar. Pertumbuhan pendapatan ditopang oleh pendapatan bunga bersih yang lebih tinggi, karena margin pinjaman meningkat seiring kenaikan suku bunga bank sentral. 


Perolehan laba ini juga terbantu dengan biaya pencadangan yang lebih rendah yang diperkirakan sebelumnya. 

Laba sebelum pajak Standard Chartered di Asia naik 63%, sementara bisnisnya di Eropa dan Amerika mengalami kerugian $18 juta. Meskipun StanChart berbasis di Inggris, bank ini menghasilkan sebagian besar keuntungannya di Asia, khususnya Hong Kong dan Singapura.

Chief Executive Standard Chartered Bill Winters mengatakan,  pihaknya menargetkan pendapatan tahun ini akan tumbuh di kisaran 10% dan pengembalian ekuitas berwujud sebesar 11,9%. "Hal tersebut seiring dengan besarnya portofolio pinjaman StanChart di tengah kebijakan suku bunga tinggi di berbagai negara," kata dia. 

Bank-bank besar di AS juga mencatatkan hal serupa.Citigroup, Wells Fargo, Bank of Amerika, dan JPMorgan menorehkan pertumbuhan pendapatan dan laba sepanjang kuartal I.

Citigroup membukukan laba bersih sebesar US$ 4,6 miliar atau naik 7% dari kuartal pertama tahun lalu. Itu sejalan dengan pertumbuhan pendapatannya sebesar 11% secara tahunan menjado Rp 21,4 miliar. 

Well Fargo mencetak laba bersih konsolidasi sebesar US5 5 miliar atau melonjak 32% secara tahunan meskipun biaya pencadangan ditingkatkan menjadi US$ 1,2 miliar dari US$ 787 juta pada tahun lalu. 

Pendapatannya tercatat meningkat 17% yoy menjadi US$ 20,7 miliar yang ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bunga bersih hingga 45% yoy seiring kenaikan suku bunga.

Sedangkan pendapatan non bunga Wells Fargo turun 13% karena hasil yang lebih rendah dalam modal ventura afiliasi dan bisnis ekuitas swasta serta penurunan pendapatan perbankan hipotek.

“Ke depan, kami terus melanjutkan agenda risiko dan kontrol kami, yang merupakan prioritas utama kami,” kata CEO Well Fargo Charlie Scharf dikutip Reuters. 

JPMorgan membukukan laba bersih US$ 12,6 miliar atau tumbuh 52% yoy. Capaian keuntungan itu sejalan dengan peningkatan pendapatan 25% yoy menjadi US$ 39,3 miliar yang ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih.

Bank terbesar di AS dengan aset sebesar US$ 3,67 triliun ini menargetkan pendapatan bunga bersih bisa mencapai US$ 81 miliar pada tahun 2023, naik US$ 7 miliar dari perkiraan sebelumnya.

“Ekonomi AS secara umum terus berada pada pijakan yang sehat — konsumen masih berbelanja dan memiliki neraca yang kuat, dan bisnis berada dalam kondisi yang baik. Namun, awan badai yang telah kami pantau selama setahun terakhir tetap terlihat,” kata CEO  JPMorganJamie Dimon dalam keterangan resminya.

Deposito baik ini naik menjadi US$ 2,38 triliun selama kuartal pertama dari US$ 2,34 triliun pada kuartal yang berakhir pada bulan Desember. Itu terjadi setelah krisis perbankan Maret yang memicu perpindahaan dana dari bank-bank kecil ke bank besar.

Sementara Bank of Amerika meraup laba bersih US$ 8,2 miliar sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, tumbuh 15% yoy. Pendapatannya meningkat 13% secara tahunan menjadi US$ 26,3 miliar sejalan dengan pertumbuhan pendapatan bunga bersoih sebesar 25% yoy menjadi US$ 14,4 miliar. 

Editor: Dina Hutauruk