KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penyaluran kredit pemilikan apartemen (KPA) masih lesu. Hal ini karena perbankan masih selektif salurkan KPA kendati pandemi covid-19 sudah berakhir. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) penyaluran kredit perbankan ke sektor kredit pemilikan rumah (KPR) dan KPA per September 2024 hanya tumbuh 10,8% secara tahunan mencapai Rp 771,2 triliun. Di bulan sebelumnya, KPR/KPA masih tumbuh 11,4%. Executive Vice President (EVP) Consumer Loan BCA, Welly Yandoko mengakui, hingga saat ini, penyaluran KPA relatif masih rendah, secara komposisi di bawah 5%.
"Dalam penyaluran KPA, kami selektif, terutama dalam melakukan kerjasama dengan developer-developer, mengingat progress pembangunan apartemen relatif lebih lama dan berisiko untuk berhenti di tengah jalan," kata Welly kepada kontan.co.id, Rabu (23/10). Di samping itu, kata Welly, apartemen memerlukan pengelolaan yang baik, agar secara nilainya dapat terjaga. Risiko-risiko dalam pembiayaan apartemen yang lebih besar, yang mengakibatkan pihaknya lebih selektif dan segmented dalam menyalurkan pembiayaan KPA.
Baca Juga: Laju Pertumbuhan Kredit Properti Melambat Pada September 2024 Welly menyebutkan, BCA berkomitmen tetap memperhatikan berbagai mitigasi risiko untuk menjaga kualitas kredit, seperti monitoring yang ketat dan proses penanganan kredit bermasalah yang dilakukan secara konsisten. "Sejauh ini, rasio NPL KPA BCA masih terjaga dengan baik. NPL KPA sedikit lebih rendah dibanding NPL KPR BCA secara keseluruhan," tambahnya. Welly optimistis bisnis KPA akan bertumbuh, terlebih pemerintahan Prabowo Subianto menargetkan bisa membangun 1 juta unit apartemen setiap tahunnya. "Program ini yang diharapkan dapat menuntaskan backlog perumahan, sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Tentunya menjadi salah satu kabar baik di dunia properti," ungkapnya. Dalam hal mendorong pertumbuhan KPA, BCA akan terus meningkatkan kerjasama dengan developer terpilih, terutama yang mempunyai reputasi yang baik. "Selain itu, mengingat segmen pasar yang minat akan properti apartemen didominasi oleh kaum muda, KPR BCA terus meningkatkan layanan digitalisasi end to end untuk memudahkan kaum muda mengajukan KPA," imbuh Welly. Sementara itu, SVP Consumer Loan Group Bank Mandiri, Dessy Wahyuni mengatakan, penyaluran KPA Bank Mandiri masih relatif kecil dibandingkan rumah tapak karena memang besarnya minat nasabah yang lebih dominan pada rumah tapak. "Kondisi penyaluran KPA sepanjang 2024 terus mengalami pertumbuhan, walaupun tidak setinggi pertumbuhan rumah tapak. Penyaluran KPA dari Bank Mandiri sendiri sepanjang tahun 2024 ada di kisaran Rp 300 miliar," tutur Dessy. Dessy juga menyebut, rasio kredit bermasalah (NPL) pada KPA tetap menjadi perhatian utama, terutama di segmen properti. Menurutnya, rasio NPL dari KPA masih terjaga di bawah 2,5% dan Bank Mandiri terus berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah yang mengajukan KPA dengan tetap memperhatikan proyeksi kualitas kredit di masa mendatang. Dessy menyebut, dengan adanya program pemerintah yang menargetkan pembangunan 1 juta unit apartemen per tahun akan menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit KPA ke depan. "Kami optimis sampai dengan akhir tahun 2024, KPR Bank Mandiri akan tetap melanjutkan pertumbuhan double digit, di atas pertumbuhan pasar seiring dengan pemulihan ekonomi dan dukungan dari kebijakan insentif pemerintah & pertumbuhan double digit tersebut akan berlanjut hingga tahun 2025," jelasnya. Untuk mencapai target tersebut, Bank Mandiri telah menyiapkan beberapa strategi kunci. Di antaranya adalah menawarkan suku bunga kompetitif bagi nasabah KPA serta memperluas akses melalui platform digital Livin KPR.
Baca Juga: Emiten Properti Banyak Dinaungi Sentimen Positif, Intip Rekomendasi Sahamnya Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan juga menilai, sektor properti atau mortgage memang masih lesu karena tekanan daya beli atau masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan primer dibanding memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi seperti rumah tinggal. "Rasio NPL bila terus melesu dan daya beli tidak membaik maka terancam akan naik," katanya. Walau demikian, menurut Trioksa sepanjang daya beli masyarakat dapat diperbaiki, maka program penambahan hunian baru akan dapat realistis. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat