KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank-bank berdasarkan Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 4 kembali mencatatkan kinerja ciamik sepanjang periode Januari hingga September 2023. Laba jumbo pun kembali mereka raih dalam periode tersebut. Yang terbaru, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kembali mempertahankan posisinya sebagai bank dengan laba terbesar. Bank yang berfokus di segmen UMKM ini mencatatkan laba sebesar Rp 44,2 triliun atau naik 12,5% secara tahunan (YoY). Tak mau kalah, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) beberapa waktu lalu melaporkan laba bersih mereka sebesar Rp 36,4 triliun. Meski nilainya lebih kecil, pertumbuhan laba BBCA masih jauh lebih tinggi yaitu sekitar 25,8% YoY.
Baca Juga: BRI Catat Laba Bersih Naik 12% Hingga Kuartal III-2023 Mengacu pada kinerja dua bank tersebut, salah satu penopang pertumbuhan laba tersebut adalah meningkatnya pendapatan bunga bersih (NII) yang diperoleh. BCA mencatatkan pertumbuhan NII lebih tinggi yaitu 21,3%, sementara BRI tumbuh 4,9%. Di sisi lain, Net Interest Margin (NIM) yang dimiliki oleh BRI jauh lebih tinggi dibandingkan BCA. BRI mencatat NIM mereka berada di level 8,05% dan telah melewati target mereka yang ada di kisaran 7,7% hingga 7,9%. Sementara itu, BCA hanya mencatatkan NIM sebesar 5,5% di periode tersebut. Angka tersebut juga cuma naik tipis dari periode sama tahun lalu yang berada di level 5,1%. Dari sisi fungsi intemediasi, BRI dan BCA mirip terkait segmen yang mengalami pertumbuhan. Di mana, kedua bank ini sama-sama mencatatkan kredit UMKM menjadi yang tumbuh paling tinggi. BRI mencatat pertumbuhan kredit ke segmen UMKM mencapai 11,01% YoY menjadi Rp 1.038,9 triliun. Sementara, kredit UKM di BCA mengalami pertumbuhan kredit yaitu naik 16,4% YoY menjadi Rp 104,8 triliun. “Padahal pada kuartal 3 tahun lalu kredit kepada UMKM itu masih Rp 935,6 triliun,” ujar Direktur Utama BRI Sunarso dalam konferensi pers, Rabu (25/10). Sejalan dengan kredit UMKM yang tumbuh tinggi, Sunarso menilai rasio kredit macet (NPL) yang dimiliki BRI saat ini sekitar 3,07% terbilang wajar. Mengingat, segmen UMKM ini memiliki tingkat risiko yang tinggi. “Ini adalah bukti bahwa BRI menerapkan prinsip-prinsip risk management dengan baik karena sudah menangani kecil-kecil banyak, dan kemudian porsinya 83% dari total kredit,” ujar Sunarso. Sunarso juga mengungkapkan bahwa salah satu penopang pertumbuhan kinerja laba di periode ini adalah proporsi fee-based income yang porsinya terus meningkat terhadap keseluruhan pendapatan BRI.
Baca Juga: Kinerja Saham BBRI Terkoreksi dalam Tiga Bulan Terakhir, Begini Kata Bos BRI Fee-based income BRI Group tercatat tumbuh 12,19% yoy menjadi senilai Rp15,56 triliun. Pencapaian fee based income BRI tersebut sejalan dengan volume transaksi Super Apps BRImo yang tumbuh sebesar 66,87% yoy atau mencapai Rp2.984 triliun dan jumlah pengguna yang mencapai 29,8 juta user. “Transformasi digital yang terus dilakukan perseroan mampu meningkatkan efisiensi dalam operasional bisnis BRI,” ujarnya. Sementara itu, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan salah satu penopang laba tinggi juga didorong oleh biaya provisi yang tercatat turun mencapai Rp1,6 triliun atau sekitar 41,5% YoY. Nilainya menjadi Rp 2,3 triliun. “Ini seiring dengan peningkatan kualitas aset,” ujar Jahja. Berdasarkan kinerja tersebut, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengungkapkan baik BCA maupun BRI sejatinya memiliki pangsa pasarnya sendiri. Seperti diketahui, BRI lebih banyak bermain di segmen UMKM sehingga risikonya jelas akan lebih tinggi. Meskipun, BCA juga mencatatkan penyaluran kredit UMKM yang tinggi. “Fokus utamanya, adalah bagaimana menjaga kualitas pinjaman,” ujar Nico. Dalam hal ini, Nico menyoroti situasi dan kondisi saat ini tidak mudah bagi perbankan, Sebab, kenaikkan tingkat suku bunga tentu akan berdampak pada cost of fund bunga pinjaman yang akan mengalami kenaikkan.
Baca Juga: BRI Revisi Target NPL pada Tahun 2023 Jadi Berada di Kisaran 2,8% hingga 3% “Penyaluran kredit pun berpotensi melambat,” ujarnya. Dari sisi kinerja sahamnya, Nico berpandangan antara BRI dan BCA masih tergolong sama-sama menarik. Untuk saat ini, a menilai BCA jauh lebih menarik, hanya saja permasalahannya harga sahamnya lebih mahal.
Sedikit berbeda, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian berpandangan untuk saat ini saham BCA maupun BRI belum merekomendasikan beli untuk kedua saham tersebut. Meskipun, masih prospektif untuk jangka panjang. Alasannya, Fajar melihat kedua saham ini sama-sama memiliki valuasi yang tinggi. Ia mencontohkan BRI sejatinya valuasi wajarnya ada di level Rp 4.800 per saham dan saat ini masih di atas Rp 5.000 “Pertumbuhan kredit yang masih baik dan kinerja yang masih tumbuh solid, meskipun valuasinya relatif masih mahal,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi