KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Deretan bank besar patut berpuas merayakan pesta laba hasil dari kinerja yang impressif di sepanjang tahun 2023. Dari jajaran bank KBMI 4 yang sudah merilis laporan keuangan untuk tahun buku 2023, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) masih menjadi jawara bertahan dalam mencetak nilai profit terbesar dengan perolehan laba bersih tembus Rp 60,1 triliun atau tumbuh 17,5% secara tahunan (
year on year/yoy). Namun, jika dilihat dari sisi pertumbuhan laba, PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) keluar menjadi pemenanganya dengan pertumbuhan laba 33,7% yoy menjadi Rp 55 triliun. Disusul oleh PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) di posisi kedua dengan pertumbuhan laba 19,4% YoY mencapai Rp 48,6 triliun. Sementara PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) mencatat pertumbuhan laba bersih 14,2% YoY menjadi Rp 20,9 triliun sepanjang 2023.
Baca Juga: Bank Mandiri Taspen Catat Laba Rp 1,41 Triliun di 2023 Kenaikan laba bersih bank tersebut utamanya ditopang oleh perolehan pendapatan bunga bersih dan pendapatan non bunga yang naik di tahun lalu. Namun penurunan biaya provisi juga menjadi salah satu penyebab lain yang menyebabkan bank membukukan kenaikan laba bersih yang besar. Pasalnya penggunaan biaya provisi atas pencadangan kredit yang menurun akan masuk menjadi laba bersih. Bank Mandiri misalnya, laba bersih bank dengan logo pita emas ini sepanjang tahun 2023 ditopang pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 9% YoY jadi Rp95,88 triliun dan pendapatan non bunga tumbuh 15,5% YoY jadi Rp 40,65 triliun. Sementara itu penurunan biaya provisi tercatat cukup besar, yakni menyusut 37,1% menjadi Rp 10,1 triliun. Adapun BRI mencatat pertumbuhan bunga bersih hanya naik 8,5% jadi Rp135,18 triliun, dan pendapatan non bunga meningkat 12,61% jadi Rp 53,29 triliun. Biaya provisi bank wong cilik ini juga masih meningkat 51,8% jadi Rp 6.700 triliun. Adapun BRI mencatat pertumbuhan bunga bersih hanya naik 8,5% jadi Rp135,18 triliun, dan pendapatan non bunga meningkat 12,61% jadi Rp53,29 triliun. Biaya provisi bank wong cilik ini juga masih meningkat 51,8% jadi Rp6.700 triliun. Sementara BCA pertumbuhan labanya ditopang oleh pendapatan bunga bersih yang tumbuh 17,5% jadi Rp 75,4 triliun, sedangkan pendapatan non bunga tumbuh 5,5% jadi Rp23,9 triliun. Selain itu, laba BCA juga ditopang oleh penurunan biaya provisi hingga 50% menjadi Rp 2,3 triliun. Sementara laba BNI ditopang pertumbuhan pendapatan non bunga yang tumbuh 6,6% jadi Rp 21,47 triliun. Sementara pendapatan buga bersih terkoreksi tipis 0,1% jadi Rp 41,27 triliun. Namun biaya provisi menurun 20,1% menjadi Rp 9,19 triliun. Dari sisi pertumbuhan penyaluran kredit, Bank Mandiri juga juaranya dengan pertumbuhan kredit 16% jadi Rp 1.398,07 triliun tahun lalu, disusul BCA dengan pertumbuhan 13,9% jadi Rp 810,4 triliun tahun lalu. BRI hanya tumbuh 11,1% jadi Rp 1.266,4 triliun dan BNI tumbuh 7,6% jadi Rp 695,08 triliun. NIM Bank Mandiri, BRI dan BCA masih naik tahun lalu dengan masing-masing rasio NIM 5,48%, 7,95%, 5,5%. Sedangkan BNI turun ke level 4,6%.
Rekomendasi Saham
Para analis juga memproyeksikan kinerja laba yang impressif dari jajaran bank besar tersebut tentunya bakal berpengaruh ke kinerja sahamnya. Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengatakan dengan market cap dan jumlah saham beredar yang besar di publik tentunya pergerakan harga saham para emiten bank diatas akan cenderung lebih mencerminkan fundamentalnya. "Pencapaian rekor laba tertinggi sepanjang sejarah direspon oleh pasar dengan penguatan harga saham yang masing-masing juga telah bergerak menuju atau bahkan sudah mencapai level
all time high," kata Pandhu kepada Kontan, Rabu (31/1). Pandhu menilai dengan outlook pertumbuhan yang masih positif dan tambahan keuntungan dari potensi pembagian dividen nanti, tentu masih sangat layak untuk dikoleksi sebagai investasi jangka panjang. Selain itu dengan market cap yang besar akan cenderung lebih mudah untuk mendapat eksposure dari para investor besar seperti para pengelola reksa dana, dana pension dan lainnya. Sementara itu terkait dengan prospek dan target yang dicanangkan oleh masing-masing emiten bank besar tersebut, Pandhu menilai rata-rata bank masih optimis dapat mencetak pertumbuhan
double digit untuk tahun 2024. "Sejauh ini belum terlihat kekhawatiran tertentu karena rasio keuangan masing-masing masih dalam kondisi yang sehat. Untuk rekomendasi sementara ini buy on weakness dengan target harga saham
BBCA Rp 10.600,
BBNI Rp 6.700 dan
BBRI Rp 6.750," kata Pandhu. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan dengan pencapaian laba yang impressif dari bank besar tersebut meski BI menaikkan suku bunga tinggi. Kedepan dengan dividen yang besar dan disukai oleh investor, kinerja saham bank besar bakal mencatatkan tren yang positif.
"Saya rekomendasikan untuk hold saham BMRI dengan target harga Rp 6.775, add saham
BBCA Rp 10.450,
BBNI Rp 6.125, dan
BBRI Rp 6.675," kata Nafan. Sementara itu Head of Investment PT Reswara Gina Investa Kiswoyo Adi Joe juga menilai tren yang positif pada kinerja bisnis bank dengan adanya ruang penurunan suku bunga tahun ini, yang juga bakal berdampak baik pada kinerja saham dari bank besar tersebut. "Harga wajar sampai akhir tahun 2024 ini dengan
BMRI Rp 8.000 dan Rp 8.500,
BBRI Rp 7.000,
BBCA Rp 10.000,
BBNI Rp 6.500," kata dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi