KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai paruh kedua tahun ini, eksportir sumber daya alam (SDA) dari Indonesia mesti menaruh devisa hasil ekspor (DHE) di sistem keuangan nasional. Untuk itu, kini bank-bank besar mulai menyiapkan produk terkait. Kewajiban tersebut tertera dalam PP 1/2019 tentang devisa Hasil ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Dan Peraturan Bank Indonesia 21/3/PBI/2019 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Dua beleid tersebut mewajibkan DHE SDA mesti ditempatkan dalam rekening khusus (Reksus) di bank dalam negeri. Bentuknya bisa beragam simpanan: tabungan, giro, deposito, hingga
escrow account. “Kami saat ini sudah mempersiapkan produk tipe simpanan khusus untuk menampung DHE SDA, namun
mappping dan target belum selesai karena masih menunggu peraturan menteri keuangan tentang jenis jenis-jenis barang yang digolongkan,” kata Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Haru Koesmahargyo kepada Kontan.co.id. Dua beleid tersebut telah menyatakan empat sektor industri SDA, yaitu pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Namun, detil soal jenis komoditas apa saja yang mesti disetor belum dirinci. Soal ini akan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Haru menambahkan, lantaran baru berlaku pada Juli 2019, kontribusi terhadap penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) baru bisa diketahui Agustus mendatang. Sedangkan hingga Mei 2019, bank terbesar di tanah air ini telah menghimpun DPK senilai Rp 879,91 triliun. Tumbuh 12,22% (yoy) dibandingkan Mei 2018 senilai Rp 784,05 triliun. Optimisme serupa juga dikatakan Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Anggoro Eko Cahyo. Hal ini lantaran, pertumbuhan transaksi dan pembiayaan ekspor BNI tumbuh pesat. “Hingga Juni 2019 transaksi ekspor kami tumbuh 24,55% (yoy), dan pembiayaan ekspor baik melalui negosiasi maupun diskonto tumbuh 21,6% (yoy),” katanya. Makanya ia juga optimistis ketentuan tersebut bisa menambah DPK BNI. Sedangkan hingga Mei 2019, bank berlogo 46 ini telah menghimpun DPK senilai Rp 537,39 triliun, tumbuh 10,33% (yoy) dibandingkan Mei 2018 senilai Rp 487,04 triliun. Saat ini BNI juga tengah menyiapkan layanan pembukaan rekening khusus bagi para eksportir SDA tersebut. Upaya sosialisasi kepada nasabah eksportir BNI juga turut dilakukan. “Kami juga menyiapkan aturan internal untuk menindaklanjuti kebijakan DHE SDA dan melakukan sosialisasi kepada eksportir terkait kebijakan tersebut,” lanjutnya. Sedangkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memproyeksikan kebijakan tersebut tak terlalu signifikan terhadap penghimpunan dana BCA. Alasannya, kredit dan pembiayaan BCA yang berorientasi ekspor sejatinya minim. “Hingga Mei 2019 kredit ekspor BCA senilai Rp 1,9 triliun dengan pertumbuhan 11% (yoy). Nilai kredit relatif kecil mengingat sebagian besar kredit kami berikan berupa kredit modal kerja dan kredit investasi,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja .
Sedangkan hingga Mei 2019, bank swasta terbesar di tanah air ini telah menghimpun DPK senilai Rp 656,89 triliun, tumbuh 8,81% (yoy) dibandingkan Mei 2018 sebesar Rp 603,66 triliun. Sebagai catatan, eksportir yang menyimpan DHE SDA di bank dalam negeri bisa mendapatkan insentif berupa pemotongan pajak deposito. Besarnya insentif tergantung mata uang dan jangka waktu dana mengendap. Untuk DHE dengan dollar AS, pajak untuk deposito satu bulan sebesar 10%, untuk tiga bulan sebesar 7,5%, enam bulan sebesar 2,5%, dan untuk penyimpanan setahun atau lebih bisa bebas pajak. Pajak untuk normal untuk deposito sebesar 20%. Sedangkan untuk deposito dalam rupiah, untuk simpanan 1 bulan cuma dikenakan pajak 7,5%, tiga bulan sebesar 5%, dan enam bulan atau lebih bebas pajak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi