JAKARTA. Meski sebagian besar perbankan global kocar-kacir dengan hasil laporan keuangan 2011 akibat krisis, kinerja bank tanah air justru makin moncer. Prestasi gemilang khususnya dicatatkan oleh bank berstatus Badan usaha milik Negara (BUMN). Empat bank BUMN berhasil mencetak pertumbuhan laba cukup bombastis. Padahal, dari sisi penyaluran kredit, hanya meningkat biasa-biasa saja. Secara nominal, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penghasil keuntungan tertinggi, yakni Rp 15,08 triliun, tumbuh 31,47%. Dari sisi pertumbuhan, PT Bank BNI Tbk (BBNI) menjadi yang terbesar, dengan kenaikan hingga 42% atau senilai Rp 5,81 triliun. Kemudian Bank Tabungan Negara (BTN) juga mencetak rekor. Pertama kali labanya menembus Rp 1,1 triliun atau meningkat 22,2%.
Sedangkan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) berhasil menjala laba bersih pada kinerja sepanjang 2011 sebesar Rp 11,57 triliun. Angka ini Kontan kutip dari laporan publikasi
unaudited bank yang ada di situs resmi Bank Indonesia (BI). Jika dibandingkan dengan laporan unaudited bank tahun 2010, laba bersih bank dengan kode saham BMRI ini berhasil melonjak hingga 30,73% dari Rp 8,85 triliun. Sedangkan jika dihitung dengan kinerja audited bank tahun sebelumnya yaitu Rp 9,2 triliun, laba Mandiri hanya menggelembung 25,76%. Menggunakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di akhir 2011 yaitu Rp 9.069. Mandiri dan BRI masuk ke dalam one billion club profit. BMRI mencetak laba sebesar US$ 1,27 miliar sedangkan BRI mencatat US$ 1,66 miliar. NIM di atas rata-rata Telisik punya telisik, rupanya salah satu hal yang berhasil mencuatkan kinerja bank BUMN ini adalah
net interest margin (NIM) yang jauh di atas rata-rata (lihat tabel). Tiga bank BUMN ini menikmati margin tinggi. NIM BNI misalnya melonjak dari 5,8% menjadi 6%. Sedangkan NIM BRI turun 10,77% menjadi 9,58% dan BTN turun 5,75% dari 5,99%. Meski lebih rendah, BRI masih tercatat sebagai salah satu bank pemilik NIM tertinggi. Direktur Keuangan Achmad Baiquni mengklaim, penurunan NIM BRI merupakan dampak kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan BI rate. Lantaran bunga deposit facility atau FasBI ikut menurun, imbal hasil surat berharga milik BRI di BI juga turun. "NIM lebih rendah karena kami menurunkan bunga kredit. Tahun lalu kami turunkan bunga kredit 100 bps secara bertahap," tuturnya. Direktur Utama Bank BNI, Gatot Mudiantoro Suwondo menegaskan, kenaikan NIM BNI didorong oleh penyaluran kredit, bukan berasal dari bunga kredit yang tinggi. Pada tahun 2011, kredit Bank BNI memang tumbuh 20% menjadi Rp 163,53 triliun. "Kami akan menjaga angka NIM tetap di kisaran 5,8% hingga 6%," ujar Gatot. Robby Hafil, analis perbankan dari Sucorinvest Central Gani melihat, besarnya perolehan NIM mencerminkan profitabilitas bank tersebut sangat tinggi. Yang menarik, bank yang memiliki konsentrasi penyaluran kredit di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) cenderung menggaet NIM yang jauh di atas rata-rata industri. Kondisi tersebut jelas tecermin di BRI. “Hal tersebut disebabkan karena bunga kredit sektor UMKM selalu di atas bunga kredit sektor lainnya. Wajar bank tertentu memiliki NIM jauh di atas rata-rata sektor industri,” ulas Robby. Pandangan senada juga dilontarkan oleh bankir non bank BUMN. Direktur Bank UOB Buana, Safrullah Hadi Saleh berpendapat, secara umum menilai bank tertentu yang sudah terkenal memiliki fasilitas yang canggih juga bisa menggaet NIM yang tinggi. “Saat ini, banyak nasabah yang menyimpan dananya di bank tanpa mempermasalahkan berapa bunga simpanan yang diberikan. Yang penting bank tersebut memberikan kemudahan transaksi atau transfer antar rekening,” jelas Safrullah. Biasanya bank-bank tersebut diuntungkan oleh kemudahan memperoleh dana murah. “NIM bisa tinggi sebab
cost of fund bank tak tinggi, sedangkan penyaluran kredit tetap tinggi,” tutur Safrulloh. NIM yang cukup tinggi ini diramal masih belum akan turun meski suku bunga acuan berhasil melandai. Ryan Kiryanto, Kepala Ekonom Bank BNI memproyeksikan, kinerja emiten perbankan pada 2012 akan ditopang oleh tingginya permintaan dari dalam negeri. Secara umum, Ryan memperkirakan NIM industri perbankan diperkirakan masih akan terjaga di kisaran 5,8%-6,2% di tahun ini. Menurutnya, kebijakan otoritas moneter menurunkan BI Rate dari 6% menjadi 5,75% dan peningkatan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) akan mempengaruhi NIM, kendati tidak signifikan. "Memang sejumlah kebijakan bank sentral berpotensi mengurangi NIM, tetapi bank akan meningkatkan volume kredit atau meningkatkan pendapatan non-bunga (
fee based income/FBI) untuk mengatasi penurunan tersebut," ungkapnya. Kualitas kredit di bawah target BI Laba bersih perbankan nasional sepanjang tahun 2011 tercatat menembus angka Rp 75,077 triliun atau melesat hingga 31% dibandingkan pengujung 2010 sebesar Rp 57,309 triliun. Kenaikan ini ditunjang kenaikan dari laba operasional maupun laba non operasional. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) edisi Desember 2011, laba operasional meningkat dari Rp 48,325 triliun pada 2010 menjadi Rp 56,457 triliun pada 2011. Adapun laba non-operasional tumbuh lebih tinggi, yakni dari Rp 27,730 triliun pada 2010 menjadi Rp 40.679 triliun pada 2011. Tren peningkatan kredit masih berlanjut sejalan dengan aktivitas perekonomian yang meningkat. Hingga Desember 2011, pertumbuhan kredit (tidak termasuk kredit channeling) mencapai 24,5% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada 2010 sebesar 22,9% (yoy). Posisi kredit sampai dengan Desember 2011 bertambah sebesar Rp 48 triliun dari posisi sebelumnya hingga mencapai Rp 2.199 triliun. Pencapaian ini sesuai dengan target bank sentral. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pun tercatat tetap tinggi. Sampai dengan Desember 2011, DPK tumbuh 19,0% (yoy) menjadi Rp 2.785 triliun. Pertumbuhan DPK yang tetap tinggi tersebut terutama ditopang oleh deposito yang memiliki pangsa mencapai 46%. Pertumbuhan giro, tabungan dan deposito pada Desember 2011 masing-masing sebesar 21,8%, 22,5% dan 15,3% (yoy). Tapi, pesatnya penyaluran kredit tahun lalu ikut menggerus CAR perbankan dari posisi 17,8% tahun 2010 menjadi 16,05% pada 2011. Bagaimana dengan penyaluran kredit bank BUMN? Meskipun NIM masih tinggi, ketiga bank hanya membukukan kenaikan kredit tidak lebih dari 20% atau di bawah rata-rata pertumbuhan kredit industri sebesar 24,5%. Maka itu, pendapatan bunga mereka tidak sekinclong periode sebelumnya. Mengaku sedang konsolidasi, pertumbuhan kredit BRI hanya mencapai 14,83% menjadi Rp 283,58 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 246,87 triliun, jauh di bawah pertumbuhan kredit industri yakni 24,5%. BNI mencatat pertumbuhan kredit 20%, menjadi Rp 163,53 triliun dari Rp 136,36 triliun. Komposisi pinjaman merupakan 75,5% business banking, 21,2% sektor konsumer, dan sisanya pembiayaan anak perusahaan. Per 31 Desember 2011, penyaluran kredit BTN juga tumbuh 23,31% pada 2011 yaitu mencapai Rp 63,6 triliun dari Rp 51,5 triliun pada 2010, komposisi kredit berasal dari kredit perumahan 87,62% dan kredit non-perumahan 12,38%. Kontribusi lainnya Kontribusi terbesar pertumbuhan laba BRI misalnya, dari pendapatan non-bunga, tumbuh 19,72% menjadi Rp 3,4 triliun. Perbaikan kualitas kredit dan recovery bermasalah menyumbang Rp 1,8 triliun.
Non performing Loan (NPL) gross turun dari 2,78% ke 2,3%. BRI berhasil menekan rasio biaya operasional dibanding pendapatan operasional (BOPO), dari 70,86% menjadi 66,69%. Adapun pendapatan bunga bersih (NII) hanya tumbuh 4,14% menjadi Rp 33,87 triliun. Rendahnya pertumbuhan NII lantaran kredit hanya naik 14,83% menjadi Rp 246,97 triliun. Baiquni perbaikan kualitas kredit membuat Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) BRI menurun dari Rp 7,9 triliun pada 2010 menjadi Rp 5,5 triliun. Bank BNI juga memperoleh limpahan pemasukan dari penurunan Penyisihan Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) sebesar 33% menjadi Rp 2,42 triliun. Penurunan tersebut berasal dari perbaikan kualitas kredit dan penyelesaian kredit bermasalah. NPL gross turun dari 4,3% menjadi 3,6%. Sebenarnya, jika tanpa penurunan beban PPAP, pertumbuhan laba BNI tak terlalu tinggi. Pendapatan bunga bersih hanya tumbuh 13% menjadi Rp 13,2 triliun dan fee based income tumbuh 8% menjadi Rp 7,6 triliun. Adapun beban operasional meningkat 15% dari Rp 9,94 triliun menjadi Rp 11,13 triliun. Pertumbuhan laba BTN banyak dari pendapatan bunga, tumbuh 17,11% menjadi Rp 7,78 triliun. NII naik 12% menjadi Rp 3,78 triliun. Iqbal Latanro, Direktur Utama BTN optimistis, bisa menggenjot kinerja lebih tinggi lagi di 2012. Ini imbas dari diversifikasi usaha. Bank spesialisasi kredit pemilikan rumah (KPR) ini berencana meningkatkan komposisi kredit non-rumah menjadi 15% dan kredit rumah 85%. "Portofolio kredit rumah akan kami kurangi," kata Iqbal. Walaupun mencecap manisnya untung tahun lalu, di tahun Naga Air ini perbankan Indonesia harus memperhitungkan potensi risiko yang bersumber dari dua area. Area pertama adalah risiko perlambatan ekonomi global menyusul krisis utang Eropa yang sulit diselesaikan dalam waktu singkat. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat juga berjalan lamban, setidaknya hingga 2014 mendatang. Area kedua adalah risiko domestik berasal dari kebijakan kenaikan harga BMM dan TDL 10% mulai April nanti. Efek kenaikan harga BBM dan TDL adalah lonjakan inflasi yang bisa menyeret suku bunga acuan atau BI rate naik kembali di atas 6%, yang kemudian akan diikuti kenaikan LPS rate. Ujung-ujungnya perbankan harus menaikkan suku bunga simpanan karena keinginan pasar. Dan, yang terakhir, kenaikan suku bunga kredit tak terhindarkan lagi.
Net Interest Margin (NIM/%) |
Nama | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 |
Bank Persero | 5,78 | 5,77 | 6,03 | 6,07 | 5,81 | 6,11 | 6,55 |
BPD | 9,65 | 8,2 | 7,24 | 8,52 | 7,88 | 8,74 | 8,1 |
Bank Campuran | 3,81 | 4,59 | 4,03 | 3,75 | 3,77 | 3,83 | 3,91 |
Bank Asing | 4,78 | 4,91 | 4,7 | 4,29 | 3,78 | 3,54 | 3,62 |
Bank Umum | 5,63 | 5,8 | 5,7 | 5,66 | 5,56 | 5,73 | 5,91 |
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Desember 2011 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.