JAKARTA. Setelah mengumumkan rapor kinerja 2011, kini pengelola bank tinggal menunggu pemegang saham memutuskan rasio pembagian dividen. Ini menentukan porsi laba ditahan dan kemampuan ekspansi tahun depan. Yang paling berdebar, tentu para direksi bank BUMN. Mereka berharap, setoran dividen tidak terlalu besar karena membutuhkan banyak dana untuk memperkuat modal dan ekspansi. Namun, tolok ukur penentuan dividen tidak cuma kecukupan modal (CAR) dan rencana bisnis bank (RBB). Pemerintah juga memperhitungkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika kenaikan pengeluaran negara lebih tinggi dibandingkan penerimaan, pemerintah bisa meminta seluruh BUMN menaikkan setoran dividen, termasuk perbankan. Asumsi RBB dan CAR, yang menjadi pijakan bank berkembang, menjadi tidak penting lagi.
Parikesit Soeprapto, Deputi Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Kementerian BUMN mengatakan, pihaknya belum memutuskan rasio pembagian dividen bank-bank BUMN. "Kami belum putuskan, kalau hanya usulan sah-sah saja," ujarnya beberapa waktu lalu. Iqbal Latanro, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) menuturkan, pembagian rasio dividen BTN tahun 2011 hampir sama dengan rasio tahun 2010, sebesar 30%. Meskipun, bank spesialis kredit properti ini sangat menginginkan setoran dividen di bawah 30%. "Keputusan akhir ada pada pemegang saham," tuturnya. Menurut Iqbal, jika ada penurunan rasio dividen dana yang ditahan semakin besar dan terakumulasi menjadi modal. Sebelumnya, BTN membagikan jatah dividen sebesar 30%. Porsi itu diambil dari kinerja BTN 2010 yang meraup laba sebesar Rp 915 miliar. Dividen yang diterima Rp 31 per saham. Saat ini pemerintah memegang 71,91% kepemilikan BTN dan 28,09% masyarakat. Gatot Mudiantoro Suwondo, Direktur Utama Bank BNI menuturkan, pihaknya telah mengajukan dividen tahun 2011 pada kisaran 20%-30%. Pasalnya, rata-rata rasio dividen perbankan sebesar itu. Penurunan dividen akan menjadi sumber dana perseroan. "Kami akan membicarakan dengan pemegang saham agar dividen tidak terlalu tinggi," tutur Gatot. Sebelumnya, bank berlogo angka 46 tersebut memutuskan pembagian dividen sebesar 30% dari laba bersih 2010 sebesar Rp 4,1 triliun. Jika dibandingkan, angka tersebut menurun dibandingkan tahun buku 2009 dengan tingkat dividen 35% dari perolehan laba bersih. Sedangkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) mengusulkan pembagian dividen hanya 10% sampai 15% dari laba bersih 2011 (Rp 15,08 triliun). Manajemen berpendapat, meski porsi tersebut lebih kecil ketimbang dividen 2010, namun nominal yang diberikan akan lebih besar. Dengan porsi 10% - 15%, BRI akan menyetor dividen setidaknya Rp 2,27 triliun. "Laba ditahan besar agar kami akan lebih leluasa ekspansi. Tahun ini target kredit tumbuh 20% - 22%," ujar Direktur Utama BRI Sofyan Basir, pekan lalu.
Sementara Manajemen Bank Mandiri berharap, rasio dividen tahun ini turun antara 5% - 10% dari kebiasaan selama ini sebesar 35%. Direktur Keuangan dan Finansial Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury sebelumnya mengaku tengah membicarakan usulan ini dengan pemegang saham. "Paling tidak bisa turun 5% - 10%," katanya. Bank Mandiri termasuk paling royal membagi dividen. Tahun lalu keuntungan yang dibagikan 35% atau Rp 3,23 triliun dari laba 2010 senilai Rp 9,2 triliun. Pemerintah beralasan, kala itu Bank Mandiri sedang berlimpah likuiditas paska rights issue. Makanya, setoran dividen paling besar. M Doddy Arifianto, Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menyarankan, agar pengelola bank BUMN berani meminta pengurangan dividen. Tapi, mereka juga harus bisa meyakinkan pemerintah bahwa laba ditahan yang lebih besar akan digunakan untuk ekspansi dan bermanfaat bagi perekonomian. Bankir juga harus siap berjanji diganti jika gagal mencapai target tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini