Bank daerah bersih-bersih kredit macet tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank pembangunan daerah (BPD) yakin bisa menekan risiko kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) tahun ini.

Menurut sebagian bankir, tingginya NPL BPD masih disumbang oleh masih tingginya tingkat risiko kredit produktif. Di samping itu, laju NPL yang sempat menanjak antara lain disebabkan oleh permintaan kredit yang belum sesuai harapan.

Kendati demikian, PT Bank DKI justru berhasil menurunkan laju NPL pada kuartal I 2018 secara signifikan.


Direktur Keuangan Bank DKI Sigit Prastowo mengungkapkan, pada tiga bulan pertama, NPL gross perseroan turun menjadi 4,08%. Perbaikan ini signifikan lantaran per Kuartal I 2017 lalu NPL Bank DKI sempat menjanjak hingga ke level 5,73%.

Bukan dari NPL gross saja, dari sisi NPL net pun bank yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini juga mencatat perbaikan dari 2,86% menjadi 2,58% secara tahunan.

Sigit menjelaskan, membaiknya NPL di triwulan pertama 2018 ini didorong oleh beberapa faktor, terutama intensifikasi perseroan dalam menagih kredit macet.

Di samping itu percepatan lelang, eksekusi hak tanggungan atas jaminan, pengambilalihan agunan serta restrukturisasi kredit terhadap kredit yang masih potensial disebut Sigit sebagai kunci perbaikan NPL di Bank DKI.

Bila dilihat secara histroris, dalam dua tahun terakhir NPL Bank DKI memang telah menurun drastis setelah sempat berada di puncaknya yakni 7,96% akhir 2015 lalu.

Untuk terus menekan laju NPL, Bank DKI telah melakukan penataan ulang terkait standar operasional prosedur (SOP) dalam kewenangan memutus kredit. "SOP dan penataan kewenangan memutus kredit juga dilakukan penyempurnaan sehingga dapat sesuai dengan prinsip four eyes principles," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (8/5).

Dengan cara ini, Bank DKI pun berhasil memperbaiki proses perkreditan sambil memastikan penyaluran kredit-kredit baru dilakukan secara prudent (hati-hati) antara lain melalui sentralisasi terhadap proses analisa dan administrasi kredit.

Meski telah membaik, ke depan perbaikan rasio NPL perseroan masih tetap menjadi fokus utama Bank DKI. Hingga akhir tahun 2018, Bank DKI memprediksi rasio NPL dapat berada di bawah 3%.

Hal ini dengan asumsi penjagaan biaya kredit alias credit cost di kisaran 0,5% tahun ini. "Penyaluran kredit baru di tahun 2018 diharapkan dapat lebih tinggi. Didukung outlook perekonomian yang leih baik," tambahnya.

Sigit menambahkan, strategi lain telah dilakukan perseroan untuk meminimalisir resiko pemburukan kualitas kredit. Antara lain dengan menambah booking kredit di sektor yang beresiko rendah, khususnya terkait dengan proyek pemerintah DKI Jakarta.

Serta melakukan restrukturisasi lebih awal untuk debitur yang trennya memburuk sambil mengefektifkan collection alias lelang terhadap debitur-debitur bermasalah.

Sebagai tambahan informasi, pertumbuhan laju kredit Bank DKI di kuartal pertama belum terlalu deras. Tercatat realisasi kredit perseroan sebesar Rp 25,41 triliun atau naik tipis 4,7% secara year on year (yoy) dari Rp 24,27 triliun di kuartal I tahun 2017.

Selain Bank DKI, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) juga optimis tahun ini laju NPL akan lebih rendah dari tahun lalu.

Direktur Utama Bank Sumut Edie Rizliyanto mengungkap berdasarkan rencana bisnis bank (RBB) tahun 2018 pihaknnya memproyeksi NPL akan berada di level 3,5%. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan posisi akhir tahun 2017 lalu yang sempat menyentuh 4,38%.

Pun, meski mematok target rendah. Edie mengakui bahwa pada kuartal I 2018 terjadi kenaikan NPL dibanding Desember 2017. Walau tak merinci secara detil, Edie mengatakan NPL Bank Sumut saat ini masih berada di kisaran 5%.

"NPL sedikit naik karena pertumbuhan bisnis masih lambat. Proyeksi kami NPL 3,5% akhir tahun ini," singkatnya.

Selain Bank DKI dan Bank Sumut yang mematok NPL rendah tahun ini. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) juga memproyeksi NPL akan membaik hingga ke posisi 3,7% (gross) samapi 3,9% pada akhir tahun ini.

Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan posisi per kuartal I 2018 yang mencapai 4,84%. Asal tahu saja, rasio NPL Bank Jatim bila dibandingkan dengan awal Maret 2017 tercatat stagnan alias tidak banyak berubah.

Bila dirinci, NPL tertinggi bank bersandi emiten BJTM ini berasal berasal dari kredit komersial. Dalam presentasi perusahaannya, Bank Jatim mencatatkan NPL komersial sebesar 18,8% per kuartal I 2018 atau naik dari 16,93% di kuartal I tahun sebelumnya.

Di susul oleh NPL di segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) yang juga menanjak dari 6,91% pada kuartal I 2017 menjadi 7,37%.

Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha menuturkan secara keseluruhan segmen, NPL terbesar disumbang dari debitur korporasi. "Penyumbang terbesar dari korporasi hampir 70% dari sana," kata Ferdi.

Dus, tahun ini untuk mencapai target NPL perseroan akan mulai aktif melakuakan penagihan sampai dengan proses pailit debitur bermasalah.

Tak ketinggalan, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (Sumbel Babel) juga mematok NPL di bawah 3% akhir tahun 2018. Direktur Utama Bank Sumsel Babel Muhammad Adil menegaskan saat ini rasio NPL perseroan masih berada di bawah ketentuan OJK yaitu 3,08%.

"Strategi kami untuk menjaga NPL tetap melakukan ekspansi kredit yang sehat, dan penagihan, penjualan agunan serta restrukturisasi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia