Bank Danamon digugat lebih dari Rp 1 triliun



JAKARTA. PT Bank Danamon Indonesia Tbk digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas pembayaran saham pendiri Bank Kopra Indonesia. Bank Kopra Indonesia adalah cikal bakal lahirnya Bank Danamon di tahun 1976.

Adalah Taty Djuairiah dan Irene Ratnawati Rusli yang mengajukan gugatan tersebut. Keduanya adalah anak pendiri Bank Kopra Daud Badaruddin dan Roesli Halil yang telah meninggal dunia.

Taty dan Irene kompak mengatakan bahwa orangtuanya adalah pemegang saham seri A Bank Kopera masing-masing 104 saham milik Daud dan 253 saham milik Roesli. Mereka kini menuntut pembayaran atas saham Bank Kopra yang sudah sulih nama menjadi Bank Danamon itu. Merujuk rekam jejakknya, jauh sebelum menjadi Bank Danamon, Bank Kopra Indonesia berdiri sejak 1956. Dua tahun berselang, Bank Kopra berganti menjadi PT Bank Persatuan Nasional atau PT Union National Bank Limited pada tahun 1958. Kemudian, berubah nama lagi menjadi PT Bank Danamon Indonesia Tbk pada tahun 1976.


Kedua ahli waris ini mengaku berhak atas saham-saham bank yang  memiliki kode saham BDMN di Bursa Efek Indonesia. Sebab, perubahan nama menjadi Bank Danamon  bukan merupakan penyatuan (merger) ataupun pengalihan.

Oleh karena itu, pengguhat mengklaim seluruh saham yang tercatat pada  Bank Persatuan Nasional masuk dengan sendirinya ke dalam Bank Danamon. "Termasuk dalam hal ini para pemilik dan pemegang saham sebelumnya," kata Hasanuddin Nasution, kuasa hukum Taty dan Irene, Kamis (27/4).

Hasanuddin mengatakan, kedua kliennya tidak pernah menjual, mengalihkan, dan memindah tangankan saham-saham miliknya kepada siapapun, termasuk ke Raden Soetrisno Usman Admajaja, yang saat ini menjadi Presiden Komisaris Bank Danamon.

Menurutnya, lantaran tak ada pengalihan hak apapun, hingga saat ini, para penggugat masih berhak atas deviden saham orang tua mereka di Bank Danamon. Turut tergugat, adalah Direktur Utama Bank Danamon Sing Seow Wah, dan dua Presiden Komisaris Raden Soetrisno serta Usman Admajaja sebagai tergugat II, III, dan IV.

Hasanuddin juga mengatakan, setelah terjadinya perubahan nama menjadi Bank Danamon , 14 pendiri Bank Persatuan Nasional (termasuk  penggugat) telah berupaya untuk mendapatkan hak pembayaran atas saham-saham mereka. Namun, hanya satu pendiri Bank Persatuan Nasional  Hias Daeng Tompo yang mendapatkan pembayaran Rp 11 juta pada 14 Juli 1976. Pendiri lainnya tidak.

Tati dan Irene mengatakan, saat itu,  pihak Daud ditawari kompensasi dari 104 saham. Tapi mereka menolak karena tidak disertai dengan pembuatan berita secara resmi.

Tak hanya soal pembayaran,Bank Danamon juga diklam telah melakukan perbuatan melawan hukum atas penghapusan nama Daud dan Roesli sebagai pendiri dan pemegang saham Bank Persatuan Nasional dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Oleh karena itu, pihak penggugat meminta kerugian materil Rp 985,95 juta dan imateril Rp 100 miliar untuk penggugat I. Serta Rp 1,45 triliun kerugian materil dan Rp 100 miliar kerugian imateril bagi penggugat II.

Saat ini, perkara dengan No. 909/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL ini memasuki agenda mediasi di pengadilan, Kamis (27/4). Para pihak memiliki waktu paling lama 45 hari untuk bermidiasi guna terjadi perdamaian.

Ditemui usai sidang, kuasa hukum Bank Danamon Warakah Anhar belum bisa berkomentar banyak. Namun  pihaknya akan mengikuti proses mediasi terlebih dahulu. "Belum tahu kami akan menawarkan apa, namun yang pasti kami dengar dulu permintaan dari para penggugat," ungkapnya singkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie