KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indika Energy, melalui anak usaha PT Jaya Bumi Paser (JBP), telah menandatangani fasilitas pinjaman senilai US$ 27,5 juta dari Bank DBS Indonesia yang merupakan gabungan dari pendanaan jangka pendek dan panjang untuk berbagai kegiatan perusahaan. Penandatanganan dilakukan oleh Direktur JBP Dominicus Wimbuh Wibowo dan Head of Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia, Kunardy Lie. Pendanaan ini ditujukan untuk membiayai pengembangan sumber energi baru dan terbarukan berbasis biomassa yang berkelanjutan dan menerapkan standar Forest Stewardship Council (FSC) oleh JBP di Kalimantan Timur. Hal ini sejalan dengan komitmen dan dukungan Indika Energy untuk mendorong investasi dalam upaya transisi energi, serta mendukung pencapaian target penurunan emisi nasional hingga 29% dengan upaya sendiri atau hingga 41% dan bantuan internasional pada tahun 2030 seperti tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Sustainable financing atau pembiayaan berkelanjutan menjadi salah satu elemen penting dalam mendukung transisi energi nasional dari energi yang berbasis bahan bakar fosil menjadi sumber energi hijau yang rendah karbon dan ramah lingkungan.
Baca Juga: Kapitalisasi Pasar Bank Lokal Kini Mampu Bersaing di Kawasan Asia Pembiayaan berkelanjutan ini tidak hanya mempertimbangkan keuntungan finansial semata dalam pengambilan keputusan investasi, namun juga faktor Environmental, Social, dan Governance yang dikenal dengan ESG sebagai parameter keberlanjutan perusahaan. Kerja sama antara Bank DBS Indonesia dan Indika Energy merupakan transition financing yang dimaksudkan untuk mendanai proyek pengembangan sumber energi baru dan terbarukan berbasis biomassa yaitu wood pellet yang akan dilakukan oleh JBP. JBP adalah perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang memiliki konsesi hutan tanaman industri seluas 23.590 ha di Kalimantan Timur yang saat ini ditanami pohon kaliandra untuk dijadikan bahan baku wood pellet sebagai energi biomassa. Di dalam proyek ini, JBP akan menerapkan standar FSC yang dimulai dari pemetaan area proyek, pembukaan lahan, penanaman, pemanenan hingga proses produksi wood pellet. Saat ini JBP dalam proses untuk mendapatkan sertifikasi FSC. Produk wood pellet yang dihasilkan oleh JBP ini dapat dijadikan sebagai sumber bahan bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). Wood pellet sendiri dikategorikan sebagai energi hijau yang berkelanjutan dikarenakan bahan bakunya berasal dari non-fosil dan proses dari tanam hingga panen membutuhkan waktu yang cukup singkat, yakni 1 hingga 2 tahun. Head of Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia, Kunardy Lie mengatakan sebagai advokat transisi energi, kami memiliki komitmen mencapai nol bersih pada 2050 atau lebih cepat. Bank DBS Indonesia senang dapat bermitra dengan Indika Energy melalui transition financing ini. "Transition financing membuat industri perbankan memainkan peran kunci dalam menggalakkan dan turut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan. Kini semakin banyak perusahaan yang memahami tentang pentingnya aspek ESG dalam operasionalnya, dan salah satu hal yang mendesak adalah menghijaukan sektor industri yang bertanggung jawab atas emisi karbon yang intensif," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (18/4). Di sinilah peran sektor finansial untuk membantu transisi pada perusahaan yang awalnya carbon-intensive dan mulai menjauh dari bahan bakar fosil. Hal ini juga sejalan dengan komitmen Bank DBS Indonesia untuk mendukung pemerintah dalam mempercepat implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia. Selaras dengan Bank DBS Indonesia, Indika Energy juga berkomitmen untuk mencapai netral karbon pada tahun 2050. Indika Energy mengupayakan hal ini dengan melakukan berbagai prakarsa keberlanjutan dalam kegiatan operasional.
Baca Juga: Masyarakat Makin Terbiasa, Bisnis Kartu Perbankan Mulai Menuju Kondisi Pra Pandemi Termasuk fokus pada aspek ESG. Selain komitmen netral karbon, Indika Energy juga berkomitmen untuk meningkatkan kontribusi sektor non-batu bara menjadi sebesar 50% dari total pendapatan pada tahun 2025. Director & Group Chief Financial Officer Indika Energy, Retina Rosabai mengatakan Indika Energy melakukan diversifikasi sebagai bagian dari strategi pengembangan usaha termasuk dalam energi baru dan terbarukan (EBT), solusi berbasis alam, kendaraan listrik, serta bidang teknologi digital. Pengembangan sektor EBT dan solusi berbasis alam ini adalah salah satu upaya kami dalam mendukung transisi energi nasional yang tentunya membutuhkan investasi yang cukup besar, serta perlu didukung oleh sektor perbankan dan stakeholders lainnya.
"Kami sangat antusias dengan kemitraan ini karena merupakan transition financing yang pertama bagi Indika Energy dan Bank DBS Indonesia. Kami berharap hal ini merupakan awal yang baik bagi pengembangan bisnis berkelanjutan Indika Energy ke depannya," tambahnya. Keseriusan Bank DBS Group dalam agenda keberlanjutan terbagi menjadi tiga pilar sustainability, yaitu Responsible Banking, Responsible Business Practices, dan Creating Social Impact. Dalam menjalankan pilar Responsible Banking, Bank DBS Group menyediakan layanan berbasis ESG diantaranya: sustainability linked-loan, sustainability linked-bonds–di mana Bank DBS Indonesia berlaku sebagai arranger, dan sustainable-project financing. Menurut Bank DBS Group penilaian utama jika sebuah aset atau kegiatan dapat dikatakan sedang bertransisi adalah pada tingkat dekarbonisasi. Dengan diluncurkannya Sustainable and Transition Finance Framework and Taxonomy pada Juni 2021, DBS Group menjadi yang pertama menjaring permintaan akan pembiayaan transisi di Asia, dengan peluang di enam market terutama Singapura, India, Indonesia dan China. Selama 2,5 tahun terakhir, DBS Group telah membukukan 100 deals senilai S$12 miliar (US$8.72 miliar). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi