Bank di Amerika Dibayangi Risiko NPL dari Sektor Properti Komersial



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sejumlah bank di Amerika Serikat (AS) masih menghadapi kenaikan risiko kredit hingga kuartal III 2023. Kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dari sektor properti komersial masih cukup tinggi.

Menurut laporan Reuters, Kamis (19/10), industri properti komersial di AS masih tertekan hingga saat ini. Para pemilik gedung yang mengandalkan pinjaman bank terbebani dengan suku bunga tinggi. Di sisi lain, pendapatan sewa perkantoran semakin menyusut lantaran banyak pekerja memilih untuk bekerja dari rumah. 

Lemahnya permintaan akan ruang-ruang kantor bisa memicu gelombang gagal bayar pada perusahaan properti komersial dan meningkatkan risiko bagi perbankan.


Akibatnya, bank-bank di AS kini terus berupaya memupuk pencadangan untuk mengantisipasi risiko kredit bermasalah di sektor properti.    “Hal ini akan berlangsung setidaknya selama satu tahun ke depan. NPL akan terus meningkat, diikuti dengan charge-off, ini akan menjadi sangat buruk,” kata Rebel Cole, Profesor Keuangan di Florida Atlantic University.

Baca Juga: Gagal Bayar Kredit Perumahan di Inggris Terus Meningkat

Ia melihat saat ini bank-bank berusaha menghindari penjualan properti terburuk mereka. Sebab, hal itu akan menurunkan aset mereka. Sementara hasil penjualan tentu didiskon agar laku.

Dalam laporan keuangan kuartal III, Morgan Stanley tercatat mencatatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPL) sebesar US$ 134 juta. Sedangkan pada kuartal II, bank ini sudah melakukan pencadangan sebesar US$ 161 juta akibat pemburukan kredit di sektor properti komersial.

Bank-bank lain juga menunjukkan tantangan serupa. Goldman Sachs mengaku telah mengurangi portofolio di segmen properti komersial yang berkaitan dengan perkantoran sekitar 50% tahun ini.

Sedangkan Bank of Amerika melaporkan NPL pada kuartal III mencapai US$ 5 miliar, naik dari US$ 4,27 miliar pada kuartal sebelumnya. Sebagian besar portofolio bermasalah ini beradal dari properti komersial.

Perusahaan properti komersial kesulitan untuk melakukan refinancing utang mereka karena nilai properti menurun dan biaya bunga meningkat. Menurut data Real Estat Trepp, terdapat sekitar US$ 20 miliar surat utang berbasis hipotek perkantoran komersial akan jatuh tempo tahun ini. 

Baca Juga: NPL Kartu Kredit Perbankan Masih Terjaga Meski Transaksi Kartu Kredit Meningkat

Regulator terus memantau risiko kredit perbankan dari properti komersial. Menurut riset JPMorgan dan Citigroup, meskipun ortofolio kredit porperti komersial bank-bank besar seperti JPMorgan dan Goldman Sachs relatif kecil, namun risiko kredit macet dari sektor tersebut tetap besar karena bank-bank regional di AS memiliki eksposur tinggi ke kredit sektor tersebut. 

Bank-bank kecil memiliki eksposur 4,4 kali lebih besar terhadap pinjaman properti komersial dibandingkan bank-bank besar, menurut temuan JPMorgan awal tahun ini. Citigroup menemukan bahwa pemberi pinjaman regional memegang 70% kredit properti komersial.

Wells Fargo melihat peningkatan tagihan bersih pada portofolio CRE dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada 13 Oktober, bank tersebut melaporkan tagihan bersih pinjaman properti komersial sebesar US$ 93 juta, dibandingkan dengan US$ 79 juta pada kuartal kedua dan US$ 17 juta pada kuartal pertama.

Selain itu, penyisihan kerugian kredit bank meningkat US$ 333 juta pada kuartal ketiga terutama didorong oleh CRE. Perusahaan ini mengalami peningkatan sebesar $1,3 miliar pada pinjaman non-akrual CRE kantornya.

Editor: Dina Hutauruk