Bank Dunia: Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh melambat sampai 2021



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik melambat. Dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2019: Weathering Growing Risk yang dirilis Bank Dunia hari ini, Kamis (10/10), pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan hanya 5,8% pada tahun ini.

Proyeksi itu jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2018 yang mencapai 6,3%. Bank Dunia memprediksi, pertumbuhan ekonomi kawasan akan makin melambat pada tahun 2020 dan 2021 dengan proyeksi masing-masing 5,7% dan 5,6%. 

Melemahnya permintaan global termasuk dari China, dan meningkatnya ketidakpastian ketegangan perdagangan AS-Tiongkok yang sedang berlangsung telah menyebabkan penurunan ekspor dan pertumbuhan investasi, serta menguji ketahanan kawasan. 


Baca Juga: BI: Kegiatan usaha pada Q3-2019 menunjukkan perlambatan meski tetap tumbuh positif

Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa khawatir, pertumbuhan yang melambat di kawasan berdampak pada tingkat penurunan kemiskinan yang ikut melambat pula. “Kami sekarang memperkirakan hampir seperempat penduduk di negara-negara berkembang Asia Timur dan Pasifik hidup di bawah garis kemiskinan kelas menengah-atas sebesar US$ 5,50 per hari. Ini hampir 7 juta orang lebih banyak dari yang diproyeksikan pada April, ketika pertumbuhan kawasan terlihat lebih kuat,” ujar Victoria dalam laporannya. 

Bank Dunia menilai, meningkatnya ketegangan perdagangan menimbulkan ancaman jangka panjang terhadap pertumbuhan kawasan. Sementara beberapa negara berharap mendapat manfaat dari konfigurasi ulang lanskap perdagangan global. Namun, rantai nilai global yang tidak fleksibel membatasi sisi positif bagi negara-negara di kawasan dalam waktu dekat.

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Andrew Mason menambahkan, saat perusahaan-perusahaan mencari cara menghindari tarif, sulit bagi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik untuk menggantikan peran China dalam rantai produksi global dalam jangka pendek. “Karena infrastruktur yang tidak memadai dan skala produksi yang kecil,” ujarnya. 

Baca Juga: World Economic Forum: Singapura ungguli AS sebagai ekonomi paling kompetitif

Bank Dunia juga memperingatkan, ketegangan perdagangan yang berkepanjangan antara China dan Amerika Serikat (AS) akan terus menekan pertumbuhan investasi, mengingat tingkat ketidakpastian yang tinggi. 

Perlambatan di China yang terjadi lebih cepat dari perkiraan, perkembangan di kawasan Euro dan AS, serta Brexit yang kacau, selanjutnya dapat melemahkan permintaan eksternal untuk ekspor kawasan.

Di samping itu, Bank Dunia juga menyoroti tingkat utang yang tinggi dan meningkat di beberapa negara juga membatasi kemampuan mereka untuk menggunakan kebijakan fiskal dan moneter untuk mengurangi dampak perlambatan. 

“Setiap perubahan mendadak dalam kondisi keuangan global dapat berdampak pada biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk kawasan tersebut, mengurangi pertumbuhan kredit dan semakin membebani investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi di kawasan,” terang Bank Dunia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati