Bank Dunia khawatir dengan capital inflow Indonesia



JAKARTA. Kerentanan perekonomian Indonesia akibat derasnya arus modal asing sudah mendapat perhatian dari Bank Dunia. Arus modal asing yang cukup deras mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat pesat, sementara imbal hasil obligasi negara menurun cukup signifikan.

Dalam laporan triwulan III untuk Indonesia. Bank Dunia memberikan catatan mengenai kemungkinan ketidakstabilan perekonomian nasional. "Kerentanan tersebut disebabkan oleh derasnya arus modal asing di sektor keuangan,” tegas ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih di Jakarta, Senin (20/12).

Derasnya arus modal asing di sektor keuangan, lanjut Lana, juga terkonfirmasi dalam data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pada triwulan III, neraca modal dan finansial mencatatkan surplus 6,5 miliar dollar AS. Dari jumlah tersebut, 6,1 miliar dollar AS di antaranya disumbangkan oleh investasi portofolio, sementara sisanya investasi asing langsung (FDI).


Lonjakan dana sing di sektor keuangan, tambah Lana, menyebabkan perubahan signifikan di beberapa indikator. “Sepanjang tahun ini, IHSG naik lebih dari 40%, sementara imbal hasil obligasi negara bertenor 10 tahun turun 280 basis poin menjadi 7,1%. Imbal hasil obligasi negara bertenor lima tahun juga turun 230 basis poin menjadi 6,5%," paparnya.

Berbagai perubahan tersebut, menurut Lana, tidak lepas dari derasnya arus modal asing di sektor keuangan. “Bank Dunia sudah melihat ini sebagai sumber kerentanan bagi perekonomian Indonesia, karena terdapat kemungkinan pembalikan arus modal. Ini selanjutnya bisa menyebabkan ketidakstabilan ekonomi makro,” katanya.

Sampai triwulan III 2010, kata Lana, Bak Dunia mencatat kepemilikan asing di bursa saham Indonesia mencapai 67%. Sementara kepemilikan asing di obligasi negara adalah 28%, dan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sekitar 26 persen. “Kepemilikan asing ini rentan pembalikan, yang bisa terjadi seiring dengan perbaikan ekonomi di AS yang menyebabkan ekspektasi kenaikan suku bunga,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan bahwa investor asing tidak akan pergi secara mendadak selama kepercayaan terjaga. "Yang penting adalah confidence. Apa pun yang terjadi kalau confidence asing itu tinggi, maka tidak akan ada masalah besar," tegasnya. Akan tetapi, lanjut Rahmat, faktor keuntungan yang menarik juga menjadi penentu masuknya dana asing. Berinvestasi di negara maju seperti AS atau Eropa belum menguntungkan, karena suku bunga masih rendah. "Krisis utang yang melanda Eropa dan perkembangan ekonomi AS yang tidak seperti yang diharapkan membuat bank sentral di negara-negara itu akan menahan tingkat suku bunga pada level yang rendah. Sementara obligasi kita masih memberikan yield yang menarik, apalagi rupiah yang cenderung menguat juga memberikan hal-hal yang menjadi daya tarik," papar Rahmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.