Bank Dunia Menilai Harga Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia mencatat harga beras di Indonesia konsisten menjadi yang tertinggi di kawasan ASEAN. 

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menjelaskan tingginya harga beras di Indonesia terjadi bukan tanpa sebab. Menurutnya, harga beras di Indonesia mahal karena diproduksi oleh petani kecil, gurem dengan ketersediaan lahan yang kian menyempit.  

Menurut hasil Sensus Pertanian 2023, jumlah petani gurem kurang dari 0,5 hektare (ha) atau berjumlah 16,8 juta rumah tangga alias hampir 61% dari total rumah tangga. 


Baca Juga: Harga Beras Indonesia 20% Lebih Mahal dari Harga Global, Bapanas: Biaya Produksi Naik

"Kondisi seperti ini tidak ditemukan di negara-negara yang dijadikan perbandingan Bank Dunia," jelas Khudori pada Kontan.co.id, Minggu (22/9). 

Khudori mengakui bahwa klaim Bank Dunia tidak bisa dibantah. Hanya saja, ia menilai Bank Dunia sama sekali tidak pernah menyinggung kondisi usaha tani secara utuh di Indonesia yang menyebabkan harga beras melonjak. 

Menurutnya, jika dilihat dari struktur ongkos usaha tani padi, 75%-80% itu tersedot untuk dua pos yakni sewa lahan dan ongkos tenaga kerja. 

Sementara, kedua pos ini di negara-negara lain yang dijadikan pembanding Bank Dunia porsinya tidak sebesar di Indonesia. 

"Fakta yang disampaikan Bank Dunia memang benar, tapi narasinya tak utuh bahkan berbelok," urainya. 

Hal lain, menurut Khudori yang membuat harga beras tinggi adalah restriksi ekspor atau pembatasan jumlah ekspor yang dilakukan oleh berbagai negara produsen beras terbesar. 

Menurutnya, Bank Dunia tidak pernah membahas restriksi ekspor itu sebagai bagian ketahanan pangan yang harus diperjuangkan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

Baca Juga: Harga Beras Indonesia 20% Lebih Mahal dari Pasar Global, Bank Dunia Beberkan Sebabnya

Menurutnya, memang perlu ada regulasi terkait restriksi ekspor. Dengan demikian tekanan internal dalam negeri untuk mengejar swasembada bisa berkurang, sebab sebagian kebutuhan bisa dipenuhi dari impor. 

"Selain itu, tak ada kekhawatiran harga beras naik tinggi," ungkapnya.

Sebelumnya,  Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rachmi Widiriani juga menjelaskan alasan harga beras relatif lebih tinggi dari harga di pasar global. 

Rachmi mengklaim tingginya beras di Indonesia terjadi karena kenaikan biaya produksi yang sudah tinggi. 

Baca Juga: Harga Pangan Hari Ini (20/9): Beras, Bawang Merah, Telur Naik, Daging Sapi Turun

"Kalau kita runut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan," kata Rachmi pada media saat di jumpai di Nusa Dua, Bali, Jumat (22/9). 

Rachmi mengakui bahwa saat ini harga gabah petani memang lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). 

Namun di lain sisi, ia melihat hal ini menjadi kabar baik bagi petani lantaran mereka akhirnya bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 

Walau memang ada dampaknya harga beras di tingkat konsumen memang menjadi lebih besar. Meski demikian, pihaknya menegaskan bahwa pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk membuat harga wajar di tingkat konsumen. 

Selanjutnya: Ngotot Pertahankan Hotel Sultan, Kubu Pontjo Sutowo Ajukan Kasasi

Menarik Dibaca: Promo Danamon Terbaru, Bayar PBB ada Cashback Rp 25.000 lo!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi