KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,1% dalam Laporan Kuartalan World Bank yang dipublikasikan Selasa (3/10). Angka itu turun dari ramalan World Bank Juni 2017 yang sebesar 5,2%. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,3%, sama dengan proyeksi sebelumnya. Bank Dunia melihat, perkembangan ekonomi Indonesia yang tumbuh stagnan di kuartal kedua 2017 sebesar 5,01%, lantaran tidak adanya percepatan di tengah membaiknya lingkungan eksternal dan momentum reformasi kebijakan fiskal. Walaupun, capaian pertumbuhan ekonomi tersebut menempatkan Indonesia di antara negara-negara besar yang pertumbuhannya paling cepat di dunia.
World Bank juga melihat, pertumbuhan konsumsi swasta di kuartal kedua tidak meningkat. "Hal itu berlawanan dengan beberapa faktor menguntungkan, seperti pertumbuhan lapangan kerja yang tinggi, kenaikan gaji sebanyak dua digit, kepercayaan konsumen yang tinggi, menurunnya inflasi pangan, kurs rupiah yang stabil, dan beralihnya periode Idul Fitri ke kuartal kedua tahun ini," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves dalam paparannya di The Energy Building, Selasa pagi. Pada periode itu pula, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, sebagian mencerminkan dampak dasar (base effect) dari peningkatan belanja barang yang besar di kuartal kedua 2016. Ditambah adanya hari kerja yang lebih sedikit di kuartal kedua tahun ini. Sementara pertumbuhan ekspor dan impor secara signifikan melambat di kuartal kedua. "Tidak adanya peningkatan dalam pertumbuhan di triwulan kedua terutama konsumsi sektor swata, adalah teka-teki yang memerlukan data dan analisis lebih lanjut. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa perekonomian menyesuaikan diri dengan reformasi baru-baru ini, sementara dampak pertumbuhan membutuhkan waktu untuk terealisasi," imbuhnya. Belum Iama ini Bank Indonesia (BI) juga memulai siklus pelonggaran moneter yang baru dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pada Agustus dan September untuk mendukung pertumbuhan PDB. Hal ini didasarkan pada fakra bahwa inflasi saat ini lebih rendah dari perkiraan dan pertumbuhan kredit masih lamban.