Bank gencar restrukturisasi pinjaman



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank terus bergotong royong membersihkan kredit bermasalah. Bersih-bersih ini, demi menurunkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dan memangkas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

Bank Mandiri misalnya sedang bekerja keras memberantas kredit bermasalah. Hasilnya, realisasi kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 55,9 triliun atau naik 3% di kuartal kedua.

Mayoritas kredit yang direstrukturisasi ini dari dua kategori. Yakni, kategori lancar sebesar Rp 22,5 triliun, disusul kredit dalam perhatian khusus senilai Rp 17,8 triliun.


Direksi Bank Mandiri menjelaskan, bahwa restrukturisasi ini dilakukan melalui tiga skema. Di antaranya, perpanjangan waktu kredit, perpanjangan jangka waktu dan penurunan bunga kredit, terakhir perpanjangan waktu kredit dan skema restrukturisasi lain.

Skema yang paling banyak digunakan dengan perpanjangan waktu kredit. Hingga Juni 2018, jumlah kredit yang mendapatkan perpanjangan waktu di Bank Mandiri mencapai Rp 47,9 triliun.

Bank berkode saham BMRI ini juga melakukan hapus buku sebesar Rp 8,1 triliun. Kriteria debitur yang dapat hapus buku adalah karena kredit macet dan kredit yang sudah dibentuk cadangan sebesar 100%, serta telah dilakukan penagihan dan penyelamatan namun tidak berhasil.

Bank BUMN lain, Bank BNI turut melakukan restrukturisasi kredit yang mencapai Rp 27,9 triliun atau turun 4,8% di kuartal kedua. Seiring restrukturisasi kredit ini, BNI juga melakukan menghapus buku Rp 4,4 triliun.

Bank Tabungan Negara (BTN) juga mencatat jumlah kredit yang dihapus buku sebesar Rp 330 miliar atau naik 21,32% di kuartal kedua. "Mayoritas adalah kolektabilitas dua yang dilakukan restrukturisasi," kata Nixon Napitupulu, Direktur Manajemen Resiko BTN, kepada KONTAN, Kamis (26/7).

Sementara itu, Boedi Armanto, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bilang, restrukturisasi kredit memiliki jangka waktu yang lebih lama. Biasanya, bank terus melakukan penjadwalan ulang pembayaran kredit atau rescheduling.

Sehingga outstanding kredit tetap kelihatan masih tinggi, meski sebenarnya kredit sudah membaik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto