Bank Indonesia (BI): Pengendalian inflasi perlu sinergi pemerintah pusat dan daerah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi menjadi salah satu tolak ukur pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk mengendalikan inflasi Bank Indonesia (BI)  mengatakan perlu sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan guna merealisasikannya berbagai inovasi pengendalian inflasi merupakan kunci sukses dalam jaga inflasi rendah. Dia meyakini sinergi ini jadi kunci inflasi sejak 2015 sampai hari ini berhasil dikendalikan dalam tingkat rendah yakni sekitar 3%.

“Sinergi yang sudah kita tunjukkan dalam lima tahun terakhir merupakan kunci pengendalian dalam inflasi,” kata Perry dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) X Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) 2019, Kamis (25/7).


Kata Perry sinergi dan inovasi dalam pengendalian inflasi untuk penguatan ekonomi yang inklusif. Ada tiga hal di dalamnya yang perlu dijunjung keterjangkauan harga, ketersediaan barang, dan komunikasi yang efektif. Dengan begitu secara berkesinambungan dapat memperkuat infrastruktur.

“Sinergi dalam memperkuat infrastruktur terutama kelancaran distribusi pangan yang masih harus kita tingkatkan terutama wilayah luar Jawa,” tutur Perry.

Di sisi lain, berdasarkan data hargapangan.id Kamis (25/7) harga bawang putih ukuran sedang naik 0,69%, cabai merah besar 0,09%, cabai rawit hijau 0,33%, cabai rawit merah 1,66%, gula pasir lokal 0,39%, gula pasir kualitas premium 0,33%, minyak goreng kemasan bermerek 2 naik 0,37%, dan minyak goreng kemasan bermerek 1 naik 0,35%.

Sementara harga yang turun antara lain daging sapi kualitas 1 0,12%, daging sapi kualitas 2 yakni 0,04%, dan cabai merah keriting 1,75%. Sedangkan harga minyak goreng curah stabil di level Rp 11.150 per kilogram.

Perry menilai fluktuasi harga tersebut masih dalam area aman terkendali. Untuk menjaga keseimbangan, Perry menilai perlu inovasi dalam penggunaan teknologi digital dalam pengendalian inflasi. Baik terkait produksi, distribusi, maupun dalam pemasaran.

Lebih lanjut dia menerangkan untuk menjaga mata rantai proses pengendalian inflasi dari dilaksanakan dari hulu sampai hilir. “Inovasi penggunaan itu di berbagai daerah bisa replikasi sehingga jadi inovasi berskala nasional. Itu yang menjadi kunci eksekusi pengendalian inflasi ke depan,” terang Perry.

Sehingga dengan inovasi di teknologi ini, mata rantai dari petani sampai konsumen bisa dipendekkan. Ini diyakini membuat manfaat lebih banyak dari nilai tambah ke petani bukan pedagang. Selanjutnya, terbukanya ruang untuk inovasi dalam model bisnis kerjasama perdagangan antar daerah.

“Pedagang antar daerah mulai tumbuh dan ini bisa diperluas ke daerah lain dengan optimalkan lembaga ekonomi di pedesaan maupun usaha milik daerah,” ujar Perry.

Melalui pengendalian sinergi dan inovasi tersebut, Perry optimistis tim pengendali dari pusat dan daerah semakin kokoh.

Sehingga target BI yang memperkirakan nflasi 2019 berada di bawah titik tengah kisaran sasarannya 3,5±1% bisa tercapai.

“Kami terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi tetap rendah dan stabil, termasuk dalam mengantisipasi musim kemarau yang lebih awal dan panjang,” kata Perry Warjiyo.

BI akan terus mendukung sinergi dan inovasi dalam tim pengendali inflasi di pusat dan daerah melalui 46 kantor perwakilan BI. Selama ini kantor perwakilan sudah bantu para pimpinan daerah tidak hanya pengendalian juga memajukan ekonomi daerah.

Realisasinya adalah dengan mengembangkan berbagai cluster. termasuk cluster pangan dalam rangka pengendalian inflasi. Cluster pangan itu terintegrasi mulai dari produksi sampai pemasaran, termasuk fasilitasi koneksi IT. 

“Seluruh kebijakan kami arahkan untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi dengan terjaganya inflasi dan nilai tukar,” kata dia.

Perry mengaku insentif moneter dengan penurunan suku bungan BI sebanyak 25 basis points (bps) menjadi 5,75% dapat mendukung momentum pertumbuhan ekonomi. “Kita melihat ke depan dengan rendahnya inflasi dan perlunya dukung momentum pertumbuhan ekonomi masih terbuka ruang untuk kebijakan moneter yang akomodatif,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi