Bank Indonesia Harus Mengendalikan Inflasi



JAKARTA. Bank Indonesia harus mampu mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar suku bunga. Dengan begitu, aliran dana asing bakal tetap bertahan di pasar keuangan Indonesia.

Cara mempertahankan para investor asing agar tetap menempatkan dananya di Indonesia adalah dengan meyakinkan mereka bahwa ekonomi di Indonesia cukup bagus dan juga Indonesia menarik untuk dijadikan sebagai tempat berinvestasi. “Iklim investasi yang menarik tersebut dapat dilihat dari nilai tukar yang stabil,” tutur Wimboh Santoso, Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan bank Indonesia (BI). Selama ini BI selalu menjaga rupiah agar tidak terjadi fluktuasi yang terlalu tinggi.

Selain itu faktor lain yang dilakukan oleh BI untuk meyakinkan para investor asing bahwa iklim investasi di Indonesia cukup menarik adalah dengan menaikkan BI rate dua hari yang lalu. Wimboh bercerita bahwa angka inflasi bulan Juli kemarin cukup tinggi. Untuk meredam ekspetasi pasar agar angka inflasi tidak semakin tinggi lagi maka BI menaikkan BI rate.


Selain itu kenaikan BI rate tersebut juga membuat angka real return semakin menarik. “Jika real returnnya tidak dijaga maka bukan tidak mungkin para investor tersebut akan keluar,” tambah Wimboh.

Cadangan devisa Indonesia masih cukup besar

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi mengatakan, BI dan pemerintah sejauh ini mampu mengendalikan inflasi. Oleh karena itu, asing makin percaya diri untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. "Ini membuat rupiah semakin menguat," ujar Eric. Hal ini terlihat dari kinerja rupiah yang memuaskan selama tiga bulan terakhir. Dengan stabilitas nilai tukar yang cenderung menguat, Eric mengatakan tekanan inflasi dari imported inflation semakin kecil.

Namun, Eric mengatakan, BI perlu menjaga nilai tukar rupiah ini agar menguntungkan juga untuk eksportir. Saat ini, BI rasanya cukup nyaman menjaga rupiah di kisaran Rp 9.000 sampai Rp 9.500 per dolar AS. Oleh karena itu, Eric ragu dana asing ini tiba-tiba cabut dari Indonesia dalam jumlah besar dan waktu yang bersamaan.

Tapi jika hal itu terjadi, Eric optimistis BI mampu menjaga nilai tukar rupiah. Alasannya antara lain, cadangan devisa yang terus meningkat. Terakhir cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi US$ 60,65 miliar per akhir Juli 2008 dari US$ 59,5 miliar pada akhir Juni 2008.

Cadangan devisa Indonesia per akhir Juli ini setara dengan 4,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Selain itu, perusahaan di Indonesia sekarang sudah banyak yang melakukan hedging untuk melindungi investasinya," tambah Eric. Ini berbeda dengan kondisi krisis ekonomi tahun 1997.

Kepala Tresuri Bank Central Asia (BCA) Branko Windoe menambahkan, pemerintah dan BI juga harus mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Dengan menjaga iklim ekonomi dan politik, investor asing pun bukan hanya akan menanamkan dananya di pasar keuangan. Tapi juga masuk ke sektor riil.

Sejauh ini, Branko melihat kebijakan BI untuk tidak terlalu agresif menaikkan suku bunganya. "Dampak kenaikan suku bunga ini baru akan terasa satu atau dua bulan lagi. Ini artinya BI berhati-hati dengan kebijakan moneternya sambil melihat perkembangan ekonomi global," tambah Branko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test