KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat dewan gubernur Bank Indonesia (RDG BI) April 2019 memutuskan untuk menahan suku bunga di level 6%. Adapun suku bunga deposit facility dan lending facility juga tetap, masing-masing sebesar 5,25% dan 6,75%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan ini sesuai dengan tujuan BI untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) ke level 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Juga sejalan dengan upaya mempertahankan daya tarik pasar keuangan Indonesia. "Keputusan tersebut sejalan dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal Indonesia," jelas Perry saat melaksanakan konferensi pers di kompleks gedung BI, Kamis (25/4). Berikut beberapa pertimbangan kondisi internal dan global. Dari sisi internal, perekonomian Indonesia masih kondusif. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 diperkirakan tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi masih tinggi didukung daya beli dan keyakinan konsumen, serta stimulus fiskal melalui belanja sosial dan persiapan pemilu. Kendati demikian, pola musiman investasi sedikit melambat. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tetap pada kisaran 5%-5,4%. Neraca pembayaran juga diperkirakan surplus dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan yang turun sementara transaksi modal dan finansial lebih tinggi nilainya. tercatat aliran modal asing yang masuk mencapai US$ 5,5 miliar. Nilai tukar rupiah menguat sejalan kerja eksternal yang baik. Rupiah menguat 1,17% point to point (year to date) atau 0,85% secara rata-rata didukung aliran modal asing masuk yang besar. BI memandang nilai tukar rupiah stabil dengan nilai fundamental. Menurut BI, inflasi bulan Maret 2019 rendah dan terkendali di sasaran 3,5%. Indeks harga konsumen atau inflasi bulan Maret 2019 tercatat sebesar 0,11% secara bulanan atau 2,48% secara tahunan. Angka ini turun dari inflasi sebelumnya yang deflasi 0,08% secara bulanan dan 2,57% secara tahunan. Sedangkan dari eksternal, BI melihat global masih menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat karena berkurangnya stimulus fiskal paska turunnya pajak korporasi, turunnya pendapatan dan melemahnya keyakinan pelaku usaha. Tiongkok juga diperkirakan melambat meskipun sudah dilakukan ekspansi fiskal dengan pemotongan pajak pembangunan dan infrastruktur. Sedangkan Eropa juga melambat karena pelemahan ekspor. Perbaikan ekonomi global yang lebih rendah dari perkiraan menyebabkan Indonesia masih menghadapi tantangan dalam upaya mendorong ekspor. Kendati begitu ketidak pastian di pasar keuangan cenderung berkurang sehingga positif bagi aliran masuk modal asing. Sementara kebijakan suku bunga dan nilai tukar tetap difokuskan pada stabilitas eksternal, BI menempuh kebijakan-kebijakan lain yang lebih akomodatif untuk mendorong permintaan domestik. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bank Indonesia menahan suku bunga acuan di level 6%
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat dewan gubernur Bank Indonesia (RDG BI) April 2019 memutuskan untuk menahan suku bunga di level 6%. Adapun suku bunga deposit facility dan lending facility juga tetap, masing-masing sebesar 5,25% dan 6,75%. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan ini sesuai dengan tujuan BI untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) ke level 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Juga sejalan dengan upaya mempertahankan daya tarik pasar keuangan Indonesia. "Keputusan tersebut sejalan dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal Indonesia," jelas Perry saat melaksanakan konferensi pers di kompleks gedung BI, Kamis (25/4). Berikut beberapa pertimbangan kondisi internal dan global. Dari sisi internal, perekonomian Indonesia masih kondusif. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 diperkirakan tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi masih tinggi didukung daya beli dan keyakinan konsumen, serta stimulus fiskal melalui belanja sosial dan persiapan pemilu. Kendati demikian, pola musiman investasi sedikit melambat. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tetap pada kisaran 5%-5,4%. Neraca pembayaran juga diperkirakan surplus dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan yang turun sementara transaksi modal dan finansial lebih tinggi nilainya. tercatat aliran modal asing yang masuk mencapai US$ 5,5 miliar. Nilai tukar rupiah menguat sejalan kerja eksternal yang baik. Rupiah menguat 1,17% point to point (year to date) atau 0,85% secara rata-rata didukung aliran modal asing masuk yang besar. BI memandang nilai tukar rupiah stabil dengan nilai fundamental. Menurut BI, inflasi bulan Maret 2019 rendah dan terkendali di sasaran 3,5%. Indeks harga konsumen atau inflasi bulan Maret 2019 tercatat sebesar 0,11% secara bulanan atau 2,48% secara tahunan. Angka ini turun dari inflasi sebelumnya yang deflasi 0,08% secara bulanan dan 2,57% secara tahunan. Sedangkan dari eksternal, BI melihat global masih menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat karena berkurangnya stimulus fiskal paska turunnya pajak korporasi, turunnya pendapatan dan melemahnya keyakinan pelaku usaha. Tiongkok juga diperkirakan melambat meskipun sudah dilakukan ekspansi fiskal dengan pemotongan pajak pembangunan dan infrastruktur. Sedangkan Eropa juga melambat karena pelemahan ekspor. Perbaikan ekonomi global yang lebih rendah dari perkiraan menyebabkan Indonesia masih menghadapi tantangan dalam upaya mendorong ekspor. Kendati begitu ketidak pastian di pasar keuangan cenderung berkurang sehingga positif bagi aliran masuk modal asing. Sementara kebijakan suku bunga dan nilai tukar tetap difokuskan pada stabilitas eksternal, BI menempuh kebijakan-kebijakan lain yang lebih akomodatif untuk mendorong permintaan domestik. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News