Bank Indonesia: Orang-orang ini tidak mau diatur



JAKARTA. Berbeda ketika menanggapi akuisisi tidak langsung DBS ke Danamon, Bank Indonesia (BI) langsung angkat bicara terkait kritikan bankir yang menyatakan banyak regulasi BI menjadi hambatan utama pertumbuhan bisnis bank. Regulator perbankan itu berpendapat, sudah seharusnya perbankan meningkatkan kehati-hatian lewat aturan yang lebih ketat.

Sekadar mengingatkan, di Pricewaterhouse Coopers (PwC) Banking Survey 2012, hanya 11% bankir yang menyatakan, peraturan sektor perbankan cukup mendukung. Selebihnya beranggapan, aturan perbankan menimbulkan keresahan bagi manajemen, kendala profitabilitas, dan mengurangi kemampuan penyaluran kredit.

Regulasi yang paling memprihatinkan bagi responden adalah tertundanya kajian batas maksimum kepemilikan bank. PwC menggelar survei berbasis portal yang melibatkan lebih dari 100 eksekutif sejumlah bank dengan nilai aset yang mewakili 60% aset total perbankan.


Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan, otoritas harus mengatur ketat, karena perbankan merupakan lembaga yang menyimpan dana masyarakat. "Jika ada yang bilang regulasi BI menghambat industri, kami kira orang-orang ini tidak mau diatur," ujar Darmin, pekan lalu.

Aturan perbankan di beberapa negara ASEAN jauh lebih ketat dibanding Indonesia. Menurut Darmin, BI banyak menerbitkan regulasi baru karena merasa perlu mengatur intermediasi perbankan dan efisiensi penggunaan dana masyarakat. Hal ini terkait semakin dekatnya penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN, ketika bank dapat berekspansi bebas di sebuah negara.

Bila tidak efisien, bank lokal bisa semakin kalah bersaing dengan bank asing. "Bukan hanya credit to GDP rendah, juga tidak efisien, jadi perlu diatur supaya intermediasi kredit produktif berjalan dan efisiensi berjalan," katanya.

Pengamat Perbankan, Mochammad Doddy Arifianto mengatakan, BI perlu mengatur ketat, karena bank adalah lembaga kepercayaan. Namun, Doddy menyarankan, BI menjelaskan lebih dalam alasan dan tujuan aturan BI. Banyak aturan BI bertujuan baik, tetapi terkesan sangat memaksa. "Contohnya, penurunan NIM. Untuk menurunkan NIM, seharusnya BI meningkatkan persaingan di sektor dengan NIM tinggi lewat insentif. Kalau efisien, bank sudah efisien," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini