Bank Indonesia waspadai sentimen negatif ECB dan hard Brexit terhadap rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah kembali terpapar sentimen global. Keputusan Bank Sentral Eropa (ECB) menahan suku bunga dan memberi sinyal acuan, serta nada negatif Perdana Menteri (PM) Inggris yang baru Boris Jhonson membuat kurs rupiah tertekan. 

Mengacu Bloomberg pukul 14.45 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 0,18% ke level Rp 14.001 per dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, sejak pertengahan Juli, kurs rupiah bertengger di bawah Rp 14.000 per dolar AS. 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ECB menahan suku bunga tak sesuai dengan ekspektasi pasar yang menduga penurunan. 


“Di satu sisi ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi (Eropa), tapi di sisi lain meningkatkan imbal hasil di Eropa sehingga itu kenapa Euro menguat terhadap dollar. Ini pergerakan mata uang waktu ke waktu yang bersifat teknikal,” ujar Perry, Jumat (26/7). 

Selain itu, sentimen negatif juga muncul dari PM Inggris Boris Jhonson yang kembali memberi sinyal Brexit tanpa kesepakatan (hard Brexit). Besarnya potensi hard Brexit akan mempengaruhi ekonomi Inggris yang kemudian berdampak pada fluktuasi poundsterling dan dolar AS. 

“Kalau memang terjadi no deal-Brexit, kondisi ekonomi Inggris akan terpengaruh, poundsterling akan melemah, dan dolar akan menguat,” lanjutnya. 

Hal tersebut yang berpotensi kembali menekan kurs rupiah di kemudian hari. 

Kendati begitu, Perry meyakini, faktor-faktor global tersebut hanya sebagai faktor pergerakan rupiah secara teknikal. Pasalnya, arus masuk modal asing masih kuat ke pasar domestik dan premi risiko pasar Indonesia menunjukkan tren penurunan. 

“Ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia dan terhadap respon yang ditempuh oleh otoritas dan pemerintah, juga terkait imbal hasil yang menarik di Indonesia,” kata Perry.

BI juga memastikan akan terus berada di pasar melakukan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar tetap bergerak sesuai dengan fundamental. Perry meyakini, mekanisme pasar tetap berjalan sesuai dengan supply dan demand yang terjadi di pasar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi