Bank industri butuh kajian khusus



JAKARTA. Rencana pembentukan bank khusus industri, mengundang pro kontra. Undang-Undang Perindustrian menyiratkan amanat agar pemerintah menggenjot sektor industri. Salah satu caranya, mendirikan bank khusus industri.Sesuai Peraturan Presiden No 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, bank khusus ini akan menyalurkan kredit ke 35 sektor industri. Prioritasnya adalah sektor sumber daya alam, agro dan mineral. Penambahan bank baru ini akan memperketat kompetisi bank penyalur kredit industri dan menambah jumlah perbankan tanah air. Saat ini tercatat 127 bank di Indonesia yang memerlukan pengawasan. Muhamad Ali, Sekretaris Korporasi Bank Rakyat Indonesia (BRI), memandang tidak perlu pembentukan bank khusus industri. "Lebih berdayakan kredit industri  bank yang ada saat ini," ujar Ali.Dengan penyaluran kredit mikro, BRI juga mendongkrak sektor industri. "Pedagang kecil menengah termasuk industri kecil menengah," ujar Ali.Indrastomo Nugroho, Head of Product and Business Credit Consumer Bank BNI, mengatakan, tak masalah dengan rencana pembentukan bank khusus industri. Dia mencontohkan, saat ini terdapat bank khusus kredit pemilikan rumah (KPR), seperti Bank Tabungan Negara (BTN) dan kredit mikro seperti BRI. Mengenai obesitas jumlah bank, Indra mengatakan, otoritas dan industri bank perlu mengkaji lagi antara jumlah bank dan kebutuhan kredit industri. Sedangkan Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), mengatakan  pihaknya belum mengambil sikap. BCA  perlu mempelajari seluk-beluk wacana bank khusus perindustrian.Sementara Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, memberikan beberapa solusi terkait pembentukan bank khusus industri. Pertama, perlakuan khusus, karena program industri memerlukan keuangan khusus. "Dahulu kita  punya bank khusus industri, yakni Bapindo," ujar Destry. Kedua, pemerintah mendorong bank menyalurkan kredit ke industri. "Tapi harus ada semacam subsidi seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP)," imbuh Destry.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Roy Franedya