Bank injak rem kredit valas



JAKARTA. Pelemahan kurs rupiah membuat bankir kian hati-hati menyalurkan kredit dalam valuta asing (valas). Penguatan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah menjadi pertimbangan utama para bankir dalam menetapkan target pertumbuhan kredit valas di tahun ini.

Maklum, terlalu jor-jor bisa berisiko pada pembengkakan kredit macet alias non performing loan (NPL) di pembiayaan valas. Itu sebabnya,  sejumlah bank mengerem pertumbuhan penyaluran kredit valas di tahun ini. 

Contoh, Bank Mandiri. Tahun ini, Bank Mandiri membidik kenaikan kredit valas sebesar 12%-15%. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, kredit valas Bank Mandiri rata-rata tumbuh 15%-17%. Pahala Mansyuri, Direktur Keuangan Bank Mandiri bilang, penurunan target kredit valas lantaran kurs dollar AS diprediksi masih labil dan perlu diwaspadai. Bank milik pemerintah ini juga bakal selektif memilih debitur. "Sampai kini kredit valas kami banyak disalurkan ke pelaku usaha yang berorientasi ekspor," ujar dia, Selasa (10/3).


Selain pelemahan rupiah, Bank Mandiri juga mewaspadai penurunan harga komoditas. Pahala mengatakan, debitur Bank Mandiri banyak yang berbisnis ekspor komoditas. Penurunan harga komoditas menyebabkan Bank Mandiri harus lebih ekstra hati-hati.

Menurut catatan Pahala, jumlah kredit valas Bank Mandiri menyumbang porsi 12% dari total portofolio kredit yang tahun 2014 mencapai Rp 475,26 triliun.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga tak ingin agresif menggenjot kredit valas. Meski mempertahankan  target pertumbuhan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, namun BRI juga semakin berhati-hati menjaga risiko.

Budi Satria, Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, BRI menerapkan strategi selective growth alias memilah sektor-sektor yang prospektif bertumbuh dan sudah pasti membutuhkan valas. Tahun ini BRI membidik pertumbuhan kredit valas 15%-17%.

Angka tersebut diakui Budi sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Tapi di 2014, pertumbuhan kredit valas BRI sebesar 14% menjadi Rp 56,64 triliun. Jumlah ini setara 11,55% dari total kredit BRI sebanyak Rp 490,41 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto