JAKARTA. Kebijakan peningkatan batas bawah rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to funding ratio (LFR) menjadi 80% bukan obat kuat untuk meningkatkan kredit. Pasalnya, bank lambat menyalurkan kredit karena minim permintaan pinjaman kredit yang disebabkan oleh kelesuan pertumbuhan ekonomi. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyampaikan, seperti kelesuan kredit bukan karena masalah likuiditas, tetapi lebih karena masih agak lesunya ekonomi. "Jadi saya kira penerapan LFR tersebut baik, namun tidak serta merta akan meningkatkan kredit kalau permintaan pasar untuk kredit masih lemah," ungkap Jahja, belum lama ini. Menurutnya, untuk dorong kredit saat ekonomi sedang agak lesu bukan obatnya, yang penting Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta proyek infrastruktur jalan, maka ekonomi akan gairah dan kredit meningkat.
Bank jaga rasio LFR di 80%
JAKARTA. Kebijakan peningkatan batas bawah rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to funding ratio (LFR) menjadi 80% bukan obat kuat untuk meningkatkan kredit. Pasalnya, bank lambat menyalurkan kredit karena minim permintaan pinjaman kredit yang disebabkan oleh kelesuan pertumbuhan ekonomi. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyampaikan, seperti kelesuan kredit bukan karena masalah likuiditas, tetapi lebih karena masih agak lesunya ekonomi. "Jadi saya kira penerapan LFR tersebut baik, namun tidak serta merta akan meningkatkan kredit kalau permintaan pasar untuk kredit masih lemah," ungkap Jahja, belum lama ini. Menurutnya, untuk dorong kredit saat ekonomi sedang agak lesu bukan obatnya, yang penting Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta proyek infrastruktur jalan, maka ekonomi akan gairah dan kredit meningkat.