Bank Kecil Cemas GWM Hambat Kredit



JAKARTA. Aturan baru Bank Indonesia (BI) mengenai giro wajib minimum (GWM) menuai respon beragam dari pengelola bank berskala kecil. Sebagian bankir menilai, kewajiban menyediakan secondary reserves sebesar 2,5% dari nilai dana pihak ketiga (DPK) itu akan menggangu penyaluran kredit, sekaligus mengurangi pendapatan bank.

Tapi ada juga pengelola bank kecil yang menilai, kebijakan yang berlaku efektif 24 Agustus itu tidak mengganggu ekspansi usaha. Terlepas dari pro kontra hitungan GWM baru terhadap kegiatan operasional mereka, pengelola bank mengaku tidak kesulitan memenuhi aturan baru itu.

Manajemen PT Bank Agroniaga Tbk termasuk yang menilai kinerja perusahaan akan terganggu oleh aturan GWM baru. "Memang Bank Indonesia memberi bunga bagi 2,5% secondary reserve. Tapi bunga itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan potensi penghasilan dari kredit," ujar Hirawan Nur Kustono, Sekretaris Perusahaan Bank Agro, Minggu (25/10).


Saat ini Bank Agroniaga menyisihkan 15% dari likuiditas yang sebesar Rp 2 triliun dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN).

Ketakutan pendapatan akan berkurang juga dikemukakan manajemen PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. Menurut Direktur Utama Bank Saudara, Farid Rahman, penerapan GWM memang tak memberikan masalah yang berarti bagi banknya. "Tapi akan berpengaruh pada pendapatan kredit. Artinya laba kami juga bakal ikut terpangkas," ujar Farid.

Namun Farid mengakui, aturan itu memperkuat ketahanan bank terhadap guncangan likuiditas di pasar. Namun dia tidak merinci seberapa besar GWM tambahan yang harus disiapkan Bank Saudara dan berapa surat berharga yang sudah dimiliki banknya saat ini.

Direktur Utama Bank Jasa Jakarta, Lisawati, berpendapat, aturan GWM yang baru tidak akan mengganggu ekspansi kredit. Apalagi, BI sudah mengumumkan aturan ini sejak lama. "Harusnya bank sudah bersiap dari sejak dulu," ujar Lisawati.

Untuk memenuhi aturan BI, Bank Jasa Jakarta hanya membutuhkan tambahan dana sekitar Rp 50 miliar hingga Rp 60 miliar. "Secondary reserve yang kami tempatkan di SBI dan SUN sebesar Rp 700 miliar," ujar Lisawati.

Masih fluktuatif

Meski respon bankir bervariasi, namun BI optimistis seluruh bank mampu menerapkan aturan baru GWM.Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Dyah N.K. Makhijani, menjelaskan, BI sudah memberikan masa transisi yang cukup bagi perbankan untuk memenuhi aturan ini. "Masa transisi selama satu tahun sudah memadai," ujar Dyah.

Sekadar mengingatkan, BI sudah mengumumkan aturan baru perhitungan GWM, yang tertuang dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 10/19/PBI/2008 tahun lalu. Namun mengingat saat itu likuiditas dalam negeri ketat karena krisis global, BI mengulur waktu pemberlakuan menjadi akhir pekan lalu.

Dalam aturan yang baru tidak semua surat berharga bisa dikelompokkan sebagai GWM lini kedua. BI hanya mengakui SUN dan SBI sebagai secondary reserves. Sedangkan instrumen moneter seperti Fasilitas simpanan BI (FASBI) dan Fine Tuning Kontraksi (FTK) tidak termasuk secondary reserves.

Jika kondisi likuiditas tetap berlimpah, bankir yakin, aturan baru GWM tidak menjadi masalah. "Namun, kondisi likuiditas saat ini masih sedikit fluktuatif," ujar Farid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: