Bank Kecil Masih Jadi Incaran Akuisisi oleh Investor Asing hingga Fintech



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan di Indonesia masih menjadi daya tarik bagi para investor. Sejumlah investor bahkan berencana melakukan akuisisi ataupun menyuntikkan modal ke perbankan nasional. 

Rencana itu sejalan dengan upaya puluhan bank untuk memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun sampai akhir 2022. Tercatat, ada 37 bank yang belum penuhi ketentuan modal inti. Terdiri dari 24 bank umum dan 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD). 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, rencana akuisisi saat ini masih tahap negosiasi sehingga ia tidak dapat mengungkapkan nama investor maupun banknya. 


"Kelihatannya (akuisisi) memang ada dari bank umum dan BPR. Kalau BPR sudah beberapa, untuk fintech ini mengakuisisi BPR, tetapi memang terkait dengan calon investor dan lain sebagainya, kami tidak ingin mengganggu proses yang sedang berlangsung karena masih negosiasi," kata Dian di Jakarta, Selasa (6/9). 

Baca Juga: CIMB Niaga Luncurkan XTRA Savers, Produk Tabungan dengan Bunga Hingga 2%

Selain itu, ada investor asing juga yang tertarik mengakuisisi bank lokal. Sebab, perbankan lokal memiliki daya tarik dari berbagai aspek dan Indonesia menjadi kawasan tertinggi bagi investor untuk berinvestasi. 

Ia berharap perbankan bisa segera memenuhi modal inti sampai akhir 2022 baik  melalui akuisisi, merger maupun pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB). Dari semua opsi, ia menilai penambahan modal melalui skema KUB lebih mudah dicapai. 

"Sejauh ini, bank - bank yang terlibat seperti BPD memiliki modal di atas Rp 1 triliun. Tapi tentu saja, bank induk KUB harus memiliki modal inti yang cukup signifikan," lanjutnya. 

Di tengah proses tersebut, otoritas akan terus mendorong konsolidasi perbankan sampai mencapai angka tertentu. Dengan demikian, mereka memiliki kontribusi terhadap perekonomian nasional, lebih efisien, menguntungkan nasabah dan bisa menghadapi kompetisi global. 

"Setidaknya, kompetisi secara regional dan bisa menghadapi persaingan dengan Singapura, Malaysia dan Thailand khususnya," ungkapnya. 

Tak hanya itu, OJK juga akan terus memantau rencana akuisisi dan merger sejumlah bank. Hal ini untuk mengantisipasi penawaran harga negoisasi yang dinilai terlalu tinggi dan tidak masuk akal dalam pelepasan saham bank tersebut. 

Pada kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengungkapkan, ada 10 bank yang mengajukan penambahan modal inti pada 2019 - 2021 yang sebagian besar melalui skema KUB. 

"Dari 2022 sedang diproses, ada dua bank yang sudah dapat izin (penambahan modal inti). Kami tidak bisa menyebutkan namanya, karena ini kesiapan modal inti dan juga terkait kontribusi bank ke depan," jelas dia. 

Sementara itu, sejumlah BPD gencar menggandeng bank kecil untuk masuk dalam skema KUB. Bank Bjb misalnya, telah mengantongi persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menyetorkan modal ke Bank Bengkulu senilai Rp 250 miliar. 

Baca Juga: Jumlah Nasabah Prioritas BNI Sudah Capai Lebih dari 100.000 Nasabah

Pada tahap awal telah disetorkan Rp 100 miliar dan konsolidasi KUB mulai efektif setelah dapat persetujuan OJK. Direktur Utama Bank Bjb Yuddy Renaldi bilang, konsolidasi KUB tidak akan terbatas hanya dengan Bank Bengkulu.

"Bank Bjb saat ini juga sedang penjajakan dengan BPD lain. Konsolidasi ini akan saling menguntungkan bagi bank yang menjadi inangnya dan bank yang menjadi bagian KUB tersebut," terangnya. 

Perusahaan juga akan lebih efisien karena tidak perlu melakukan ekspansi jaringan ke daerah - daerah yang merupakan cakupan anggota KUB. Salah satunya melali pembiayaan bersama pada proyek strategis di daerah. 

Kemudian, akan dilakukan sharing infrastruktur dengan sharing fee. Bagi BJB, itu akan menjadi sumber fee based income. Sedangkan bagi yang lain, akan lebih efisien karena tidak perlu melakukan investasi baru. 

Bank Jatim juga telah menyiapkan dana Rp 3 triliun untuk mengakuisisi saham BPD yang kekurangan modal. Bank ini tengah melirik tiga bank daerah di kawasan Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi. 

"Dengan aturan modal inti, memungkinkan kami bisa masuk ke BPD yang tidak bisa memenuhi ketentuan OJK. Minimal (mereka) harus penuhi modal Rp 3 triliun, kalau sekarang sekitar Rp 1,2 triliun - Rp 1,4 triliun, mereka harus tambah modal sekitar Rp 2 triliun," kata Direktur Komersial dan Korporasi Bank Jatim Edi Masrianto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi